Tanjung Bira

Tanjung Bira, Kab. Bulukumba, Prov. Sulawesi-Selatan, Indonesia.

Sanggar Seni Panrita

STIKES Panrita Husada Bulukumba

Sekolah Sastra Bulukumba

Sekolahnya Penulis Bulukumba

Lopi Phinisi

Melanglang buana menerjang ombak mengarungi samudera

Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Hidup Selaras dengan Alam sebagai Kosmologi Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Thursday, December 31, 2015

Selamat tahun baru 2016 M

Menanti tahun baru 2016
Semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah oleh Tuhan yang maha esa untuk tetap menikmati hangatnya mentari pagi, Indahnya senja di bibir pantai, Menikmati kilau Pamor polobessi, melihatmu tersenyum, dan yang paling penting seluruh orang-orang disekitar kita tetap sehat selalu.

Bulukumba
19 Rabi-al Awaal 1437 H.

Topada salamaki.

Sunday, December 27, 2015

Dompea

"Dasar bodoh, Kamu tidak perlu lagi keluar masuk hutan, kelaparan, Menenteng bedil dan puluhan amunisi yang berat. sekarang itu jamannya jadi pejabat, korupsi banyak-banyak, beli surat kabar, Stasiun Televisi, dan Radio".

Entah apa yang ada didalam pikirannya. Dulu, Lelaki tua itu adalah mantan gerombolan paling dicari. Sambil tersenyum, Ia menghisap dalam-dalam tembakau yang telah digulungnya.

(Penggalan cerita "Dompea")

Saturday, December 26, 2015

Masa Lalu

Aku memiliki banyak kesalahan dalam hidup. Sampai saat ini masih membekas, semakin hari semakin dalam. Untuk menguburnya mesti menuliskannya dan itu salah satu obat yang paling mujarab selain menatap senyummu dalam sebuah kanvas di dinding.

Negeri satu kamar

Mendengar lantunan Gloomy Sunday membuatku kembali tenggelam dalam angan-angan. Semua kembali menari, Pesta sabtu malam dan hitam secangkir kopi menambah kemeriahan. Semua berhamburan ke lantai jingkrak menggetarkan seluruh tubuhnya. Kali ini semua bergembira tak terkecuali cicak yang berpesta dengan nyamuk dan tokek dengan santapanya cicak, saling memangsah dalam keriangan, satu persatu hingga tersisa empat pasang dengan gerakan Irish Dance, botol dengan tarian salsa, cangkir menggerakkan perutnya berusaha menarikan Belly dance.

Tiba-tiba bantal dan guling meloncat dari ranjang menari mengelilingi kamar, dari sekian tarian yang pernah Ia perlihatkan, malam ini bagaikan Siwa Nata Raja menggoyangkan seluruh badannya hingga semua tercengang, tokek berteriak.

"Inilah dia Penari Kosmis, tidak sembarang ditarikan. Hanya mereka yang beruntung yang dapat menyaksikan, dan mereka yang beruntung adalah kita semua".

Guling yang terus saja menari membuat semua tercengang, Buku dengan ribuah katanya tak mampu mengedipkan mata, pulpen dan pensil hanya tercengang dengan mulut terbuka, kursi, cangkir, botol, puntung rokok, kemoceng termengung.

"Hentikan tarianmu Guling, tarian yang begitu indah tidaklah berarti apa-apa jika kami semua hanya melihat dan tidak ikut dalam kegembiraan, Ini bukan pesta namanya".

Seisi kamar memandangiku. dan semua kembali diam dan meninggalkanku dalam sunyi.

Selamat malam.

#Topada_Salamaki.

Petani kembali ketanah

BULAN DESEMBER
(Petani kembali ketanah)
*****
Menyeruput kopi dalam gelas kaca
Pahitnya menguasai lidah
Kata-kata para penguasa
Semakin hari semakin meraja

Gadis desa lupa baju kebaya
Rok mini paha berbahaya
Lelaki siapa yang tidak gila akan bahaya
Buah bergantungan didada
Lebih murah dari kain kebaya

Petani hanya tahu mengangkat cangkul dan membusung dada
Menatap matahari sambil tertawa
Menangis tiada guna
Anaknya kuliah dikota
Berteriak atas nama bapaknya
Setelah sarjana pulang dari kota
Pelajaran ditahu semua
Menipu sana sini lupa kerja

Petani menanti senja
Pulang kerumah dengan senyum semringah
Besok kerja, Besok kerja
Besok kembali ketanah

Bulukumba, 23 Desember

Friday, December 11, 2015

Wine

Melihat segepok uang di atas meja membuatnya menangis, selama hidupnya Ia sama sekali tidak pernah bermimpi akan memiliki uang sebanyak itu. Begitulah kata Antonio saat lehernya bertemu dengan tali gantungan yang akan menjempun Ruhnya bertemu leluhurnya.

Dimalam yang basah saat warga seluruh kota melepas rindu pada malam. Antonio pulang dari tempat kerjanya di Pabrik pengolahan wine. Ia bekerja hampir separuh dari hidupnya, Ia dan beberapa warga kota menggantungkan hidup dari beberapa pabrik Wine yang sudah terkenal di seluruh dunia. Antonio bekerja membuat drum tempat fermentasi buah anggur menjadi wine, bahan baku kayu untuk membuat drum hanya ada di hutan beberapa jam perjalanan kereta. di hutan itu tumbuh banyak pohon Oak yang sudah turun temurun menjadi tempat penyimpanan akstraksi anggur menjadi wine di pabrik pengolahan tempatnya kerja. Dan hari itu pemilik pabrik Henri Jayer Vosne memerintahkan Antonio membuat drum dua puluh buah karena jumlah Wine yang telah diolah lebih banyak dari sebelumnya.
Diantara ratusan ribuh botol wine yang ada di gudang penyimpanan, ada ribuah wine yang jauh lebih tua dari pada umurnya sendiri, beberapa ratus botol wine bahkan sudah ada jauh dari kakek buyut Antonie bekerja di Pabrik wine tersebut. Pemilik pabrik wine tersebut adalah Keluarga Henri Jayer Vosne  yang terkenal memiliki anggur terbaik di Kota. Pabrik Vosne, itulah nama tempat Antonio bekerja dan Vosne adalah nama keluarga yang terkenal di seluruh penikmat wine di seluruh dunia.

Perjalanan Antonio menuju Hutan tempat tumbuhnya Pohon Oak sudah dekat, biasanya dilalui beberapa jam, kini Ia harus menempuh perjalanan dua hari karena jalan berlumpur di musim penghujan. pohon-pohon yang rimbun dan besar bagai pilar langit berjejeran didepan matanya, Antonio harus memilih pohon yang baik untuk dijadikan Drum, Pohon yang tidak terlalu tua, batangnya lurus dan daunnya berguguran, namun di musim penghujan menemukan pohon Oak dengan daun yang berguguran sangatlah mustahil. separuh hidupnya membuat drum pohon Oak, Ia tidak pernah menemukan pohon Oak yang daunnya berguguran saat musim penghujan. Sore berganti malam beberapa jam lagi, dan Ia tidak menemukan pohon yang dicarinya.
Berjalan mengelilingi hutan sendirian bagi Antonio, Ia sudah berkawan dengan segala makhluk hutan. Ia terus saja berjalan masuk hutan untuk mencari bahan kayu pembuat drum dan akhirnya menemukan pohon yang batangnya lurus, dan daunya berguguran. Ia merasa heran, baru kali ini menemukan pohon yang daunnya berguguran di musim penghujan. Ayunan kapak pertama Antonio ke batang pohon menerbangkan seluruh mahkluk yang ada di hutan, dengan semangat Ia ayungkan untuk kedua kalinya terdengar jeritan perempuan di atas bukit. Antonio langsung menghentikan pekerjaannya menebang dan mencari suara jerita yang Ia dengar, berjalan dan terus berjalan Ia melihat puluhan sosok memakai jubah hitam dan salah satu diantara mereka menyayat leher perempuan yang tubuhnya tanpa sehelai pakaian. Perempuan itu memiliki rambut hitam, kulit putih mulus.
Seluruh tubuh Antonio basah, keringat dituhnya mengalir begitu deras bagai hujan dan membuat pakaian yang Ia pakai basah. Ia terus saja melihat para sosok yang memakai jubah hitam yang secara bergantian meminum wine.

"Wine yang mereka minum adalah jenis Rose Wine akan tetapi lebih merah kehitaman dan kental". Ucap Antonio dalam hati.

Gelas itu terus saja berputar dan kemudia tubuh Antonio kaku tak bergerak setelah menyaksikan wadah dari emas dan kaca Itu di dekatkan dekat leher perempuan yang telah kaku membiru.

"Bukan Wine yang mereka minum, itu darah perempuan itu". Ucap Antonio dalam hati.

Ia tidak  sama sekali percara apa yang dilihatnya, Ia terus saja menyaksikan pesta di tengah hutan, setelah beberapa lama. Semua sosok yang memakai Jubah hitam menyebar masuk kedalam hutan. Antonio mengikuti beberapa sosok itu, beberapa dari mereka membuka jubah dan Antonio tahu  siapa mereka dan kembali diam tak bergerak.

Kapak yang siap mematahkan batang pohon kini disarungkan. Antonio kembali ke Kota dan membersihkan tubuhnya, istrinya telah mempersiapkan air hangat untuk mandi, sembari berendam didalam air panas Antonio selalu saja memikirkan hal yang terjadi di dalam hutan. Ia sama sekali tidak menyangka akan menyaksikan hal seperti itu di Kotanya. Antonio terus saja memikirkan kejadian itu sampai-sampai Ia bawah dalam mimpinya. Malam itu, Ia tidak tidur sama sekali dan selalu bermimpi perempuan yang lehernya tersayat itu mendatanginya dalam mimpi dan marah kepadanya karena hanya menyaksikan perbuatan itu terjadi di depan matanya. 

"Saya tidak pernah melihat kamu dan tidak tahu siapa kamu ?. Untuk apa saya menolong kamu ?". Kata Antonio.

"Haruskah kamu kenal orang yang perlu kamu tolong ?". Kata perempuan yang mendatangi mimpinya dengan wajah membiru dan leher yang terluka.

Wajah Antonio nampak pucak dan kalut dari pembaringan, Matanya tidak sempat tertidur setelah mimpi yang mendatanginya. Ia kemudian mengambil sebotol Wine yang ada di lemari dan hanya membuangnya setelah mengingat kejadian di hutan. 

"Haruskah kamu kenal orang yang perlu kamu tolong ?". terus saja berdengung didalam otaknya, setiap melihat kaca kalimat-kalimat itu terus saja berulang. dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kejadian yang disaksikannya kepihak kepolisian. Diatas kereta yang berjalan pelang, Antonio terus saja berpikir dan berpikir, dalam jiwanya telah tumbuh dua sosok, ada sosok yang menyuruhnya melapor dan yang satunya menganjurkan agar tidak melapor dan pada akhirnya pihak yang menganjurkan agar melapor kepihak berwenang lebih unggul. Setelah menceritakan apa yang telah disaksikannya di Hutan kepetugas kepolisian, Antonio kembali ke rumahnya.

Nasib malang yang menimpa Antonio, malam harinya setelah melapor. Pihak kepolisian datang menangkap dan menuduhnya telah membunuh perempuan dari Kota seberang puteri saudagar kaya dan merampoknya, Tali gantungan sudah melingkar di lehernya dan Ruhnya sebentar lagi akan menyapa leluhurnya membuat wine untuk para malaikat di surga. Ia hanya mampu melihat dan tidak mampu berteriak setelah lidahnya dipotong. didepan matanya Istrinya memandang dengan wajah benci dan warga kota yang datang untuk menyaksikan hukuman yang diberikan padanya, Hukuman gantung sampai mati.

Hanya satu yang bersimpati padanya, itu adalah pemilik Henri Jayer Vosne bos Leluhunya dan separuh dari hidupnya. di atas kuda Henri Jayer Vosne  turun dan naik keatas panggung.

"Andai kamu tetap diam, mungkin kamu tetap hidup dan menikmati Wine terbaik kota ini". Bisik Henri Jayer Vosne  ditelinganya.

Thursday, December 10, 2015

Melawan Lupa (The Wolf Of Wall Street)

Bagi  penikmat Film yang sama denganku, dua tahun yang lalu karya Martin Scorsese dengan judul THE WOLF OF WALL STREET sempat dicegal berbagai negara karena banyaknya adegan yang menjijikkan di dalamnya (Hope Holiday). Film yang menampilkan Leonardo Dicaprio sebagai pemeran utama ini sukses menghidupkan sosok Jordan Belfort yang sangat kontroversial.

Film ini merupakan sebuah sketsa kehidupan para Pialan di Wall Street sekaligus sketsa dunia bagi mereka yang memiliki uang berlebih. di Indonesia sendirinya tentu juga tersentu dengan film ini, Jordan Belfort hidup di kalangan elit negeri yang leluasa mengadaikan kepentingan rakyat banyak dengan intrik Uang, Kokain, dan wanita. Tentu saja dalam beberapa tahun ini, banyak kalangan elit pemerintahan yang tersandung dengan banyak kasus yang berhubungan dengan Uang, Kokain (Narkoba), dan wanita. di penghujung tahun ini saja, dua kasus besar terungkap diantaranya MKD yang menjadikan SN selaku ketua DPR RI yang melakukan tawar menawar saham dengan mencantumkan nama Presiden yang tentu saja sontak mengemparkan seantero negeri, dan tentu saja merupakan sebuah Hipotesa bahwa Pemimpin negeri juga berpotensi terlibat namun keburu terungkap atau bisa jadi SN selaku Ketua DPR RI menjadi korban kudeta terstruktur untuk sebuah maksud kelompok tertentu.


Selain itu, tentu saja Negeri ini pantas dijadikan salah satu Sketsa The Wolf of Wall Street. Coba jikalau dipikir secara Logika melalui perhitungan Matematis kita kan dapatkan banyak pejabat yang hidup dengan kemewahan jauh dengan Upah yang mereka dapatkan, ini hampir ada di sekitar kita. Bagi Rakyat sendiri, jika menyaksikan Film ini tentu saja akan memberikan banyak manfaat diantaranya mengajarkan bagaimana hidup menjadi orang sukses, bergelimpangan harta dengan bersilat lidah. Bagi para sineas negeri perlu memikirkan proyek film Film serupa, The Wolf of Indonesia.

Melawan Lupa (Warisan Maut Jenderal Koes)

Minggu lalu, Sebuah berita tentang kasus tertembaknya salah satu Anggota TNI yang bertugas di Puncak Jaya. Ini merupakan kasus yang sekian kalinya dan tentu saja menjadi topik di antara kehebohan "Papa minta saham" dan "Pilkada yang akan terjadi beberapa hari lagi.

Tentu saja di antara kita sudah banyak yang lupa akan Sembilan tahun yang lalu tentang penemuan timbunan perangkat perang di Rumah jendral bintang satu yang meninggal dunia. Penemuan ini cukup mengejutkan di kalangan Militer tentang asal muasal Senjata-senjata yang sulit di dapatkan dan berada di tempat yang tidak semestinya.

Berita ini pernah di Angkat Majalah Tempo dengan topik "Warisan Maut Jendral Koes", Brigadir Jendral Koesmayadi ini merupakan Wakil asisten logistik Angkatan Darat. di Rumahnya di temukan berbagai senjata Api dan perlengkapan perang lainnya diantaranya 96 senjata laras panjang, 42 pucuk laras pendek yang terdiri dari SS1,MP5,M16, dan AK 47 selain itu juga ditemukan 28.985 butir amunisi, sembilan granat tangan, serta 28 tropong (Tempo, 9, Juni 2006).

Penemuan ini menjadi salah satu bukti bahwasannya perlunya pengawasan publik kepada pemerintahan seperti pada kasus Papa minta saham, Pelindo II, meninggalnya Aktivis HAM Munir, Penembakan warga di Bulukumba terkait lahan karet beberapa tahun silam yang menewaskan beberapa orang dan masih banyak lainya yang sampai saat ini masih mengendap. Tentu saja, kedepannya diperlukan penyelesaian kasus secara terbuka agar kepercayaan publik kembali.


Wallahu A'lam

Khayal

Di malam yang sepi, Seorang anak merindu. Sekujur tubuhnya diterpa hujan dan tiupan angin, Bajunya basah dan tetap saja memegang selembar kain. Malam yang gelap mendekap tubuhnya hingga dari jauh hanya nampak siluet hitam, Bagai kayu mematung dan kain yang Ia pegang terus saja melambai-lambai ditiup angin.

Sesekali kain yang Ia pegang melambaii bagai dedaunan, hujan yang begitu keras terus saja turun tetapi Ia tetap saja diam mematung sambil menatap laut yang menghitam luas dan di ujungnya nampak bintang-bintang yang bersinar bertebaran bagai mutiara tak beraturan, disela-sela bintang itu nampak sosok rembulan yang lebih besar dan lebih bersinar dengan sebagian tubuhnya tertutup awan hitam, cahayanya menembus pelan awan. di atas laut nampak satu perahu nelayan yang melaju semakin dekat ke pantai.

Anak itu adalah Aku yang merindukan seseorang yang namanya semakin buram dalam ingatan akan tetapi wajahnya masih saja terpatri dalam jiwa, wajah yang selalu menemani disaat makan, bercanda, tertawa, menangis dan pergi begitu saja tanpa sebab.


Itu adalah gambaran rindu yang saat ini Aku rasakan padamu.

Aku dan Kemoceng

Sembari mengetik ini, saya berkenalan dengan teman baru. Ia adalah lulusan salah satu Universitas di Makassar. Hampir sejam kami Chat hingga lupa cerita ini, Cerita ini mengisahkan tentang anak muda dan kemoceng.

--------------------------------------------------------

Kemoceng yang tergantung di dinding kamarnya itu memiliki tiga warna, terbuat dari rotan dan bulu ayam, warnanya merah, hijau, dan kuning. Kemoceng itu sudah tergantung di dinding kamarnya cukup lama.

Kemoceng dengan bulu ayam tiga warna itu sudah berulang kali Emmanya buang, bulu ayam yang merekat sudah hampir habis dan menjadi sarang nyamuk. Pada suatu malam, Ia terbaring dengan membaca buku Isabel Alende, Potrait in sepia. sedari sore tadi saat pulang dari kuliah Ia terus membaca kisah perempuan yang mengalami trauma dan kehilangan igatannya. Sembari membaca tak sadar Ia melihat kemoceng yang tergantung pada dindingnya.

Ingatanya kembali kemasa empat tahun yang silam, masa saat Ia baru saja menginjakkan kaki di bangku kuliah. Kemoceng dengan warnah merah, hijau dan kuning itu adalah kemoceng milik seorang gadis, teman seangkatan semasa Ia di Ospek. Gadis itu memiliki tubuh yang tinggi dengan wajah yang cantik nan jelita, Hampir setiap saat selalu saja gadis itu menjadi topik pembicaraan di antara mahasiswa baru dengan kepala pelontos memakai baju hitam putih dengan segalah embel-embel di tubuhnya.

Pada hari ketiga Ospek, mereka berpapasan begitu saja di lorong gedung kuliah, Gadis itu menoleh dan tersenyum padanya. Tak di sangka, Ia menyimpang perasaan pada Gadis bertubuh tinggi dan berwajah cantik nan jelita itu. Hari terakhir, seluruh mahasiwa baru membawa alat untuk membersihkan, ada yang membawa Cangkul, Sapu lidi, Lap, dan Gadis dengan tubuh tinggi dan wajah cantik nan jelita itu membawa kemoceng. Seusai membersihkan, seluruh alat kebersihan di kumpul. Salah satu seniornya mengambil kemoceng itu dan membawahnya ke Gudang Kampus. Malam pun tiba, Pemuda itu sulit melupakan senyum yang diberikan padanya, Senyum itu ibarat Kipas angin yang selalu membuatnya sejuk. Ada ide yang muncul di benaknya, Ia memutuskan kemoceng itu sebagai kenangan akan senyum iyu, Ia langsung pergi ke kampusnya di tengah malam dan mencuri Kemoceng itu. Begitulah kemoceng itu hingga sampai saat ini terus saja Ia pajang di dinding kamarnya. Meski bulu-bulu untuk membersihkan debu sudah rontok terlepas, Ia tetap saja meyimpannya.

Buku Isabel Allende sudah Ia baca, Muncul tekanan dalam batinnya untuk mengungkapkan rasa itu. Keesokan harinya, saat di Kampus Ia memberanikan diri menemui kembali  gadis dengan tubuh tinggi nan cantik jelita itu, Namanya Kiki. Ia adalah Seorang mahasiswi Sains Matematika. Wajahnya sangat jauh dari saat pertama Ia berpapasan empat tahun yang lalu. Ia lebih cantik dan menjadi idolah di Kampus. Kiki pun datang menghampiri dan heru pergi begitu saja dengan gejolak di jiwanya akan gadis secanntik Kiki tidaklah mungkin menjadi kekasihnya.


Malam pun tiba, kembali Ia membuka Buku Viktor Malarek dengan Teh melati Ia memandang Kemoceng di dindingnya. 

Cangkir Porselin

Semusim yang lalu, kusempatkan menepati janji untuk bernostalgia di tempat kita dipertemukan. Tempat itu masih saja sama sejak tujuh tahun yang lalu, Pasir putih dengan potongan kayu masih berserakan sepanjang pantai, batu karang terjal mengelilingi dan menyembuyikan kita dari pandangan langit, bermesraan dan berbagi kisah. Aku membawa dua Cangkir  porselin milik kakekku. Cangkir itu adalah pemberian kawan lamanya dari tempat yang sangat jauh. Ia bercerita, jikalau Cangkir itu Ialah kenangan Ia dengannya sebelum mereka berpisah hingga saat ini. Air matanya jatuh bersama kenangan yang Ia ceritakan.

Aku membawa sepasang Cangkir itu dan berencana menikmati senja berdua denganmu sambil menikmati Teh dari Cangkir kenangan Kakek. Mentari yang turun berenang kelaut memancarkan sinar merah keemasan bersama angin laut mengantarkan Kita dalam kisah yang akan kuceritakan pada anak cucu kita. Aku membawa Teh aroma melati kesukaanmu dan Kue KopE langi yang adikku buat untukmu.


Tapi, semua itu hanyalah Angan-angan kita tujuh tahun yang lalu, Kini aku bersama bayanganku dan tetap membawa kedua cangkir porselin itu mengenang Kisah kita, di Pantai ini, pasir putih dengan karang terjalnya yang menusuk sepiku.

Bulan Desember IX

Secangkir kopi yang engkau hidangkan padaku sore itu lantas membuatku memilih Engkau menjadi pendamping hidupku. Banyak gadis yang lebih dulu dekat padaku bertanya.

"Kenapa engkau memilih Dia dibandingkan Aku ?. Aku lebih dekat padamu, membuatmu tertawa, memberimu segalanya".

Lantas aku jawab, Aku memilih Dia karena saat menuangkan Kopi itu tepat di depanku, Mataku tak sengaja bertemu dengan matanya dan Ia tersenyum. Jiwaku lenyap begitu saja, Serasa hilang dibawahnya bersama senyumnya dan kehampaan itu Aku bawa pulang sampai dalam tidurku, bahkan dalam tidur, senyumnya terus saja menghantuiku dan membuatku tertawa sendiri dalam kamar hingga orang tuaku menganggap Aku gila.


Ini bukan kegilaan, ini tentang Perasaan yang disebut cinta yang sulit dimengerti begitupula dengan Aku.

Pattimorang Gua Bessi Mallajang

Percika bunga api yang menyembur memecah gelap malam. Dari kejauhan, suara pertarungan antara palu dan besi yang telah melebur dalam panasnya arang memecah kesunyian malam. Cahaya dan bunyi ini acap kali terdengar setiap malam pertama dan kelima dalam hitungan minggu. Tapi entah kenapa, semusim ini cahaya dan suara itu terus saja terlihat dan terdengar dari belakang rumahku di seberang bukit di dalam Gua Pattimorang.

Gua itu disebut Pattimorang oleh penduduk setempat karena tanah disekelilingnya begitu tandus sehingga rerumputan tidak satupun yang tumbuh. Hanya satu batang pohong beringin yang tumbuh pas didepan mulut Gua yang begitu besar, tinggi dan akar-akarnya bergelantungan. Menurut kakekku, Pohon itu sudah tumbuh lama sebelum kampungku. konon, setiap pasukan Arajang yang akan pergi berperang yang tidak memiliki senjata akan datang ke mulut Gua bersemedi dan berpuasa selama empat puluh hari, jika beruntung mereka akan membawa pulang senjata yang mereka kehendaki sehingga selain di sebut Gua Pattimotang tempat itu juga disebut dengan Gua Bessi mallajang.

Kabar dari kampung seberang sontak membuat panik Kakek, Kabar akan adanya selisih paham antara Antara keluarga  La Tenri beta dengan Karaeng Lompo Golo akan membawa petaka dalam kampung kami. Kampung yang aku tinggali ini merupakan tanah perbatasan antara kedua keluarga yang berkuasa. Kampung ini tepat berada di atas bukit yang menjadi tempat yang strategis untuk menghalau lawan karena di kedua sisi terdapat jurang yang dalam dan hutan Sobbu, hutan yang sangat luas dan ditumbuhi pohon-pohon rimbung  dan dihuni banyak ular dan binatang buas. sudah banyak orang-orang yang masuk ke hutan mencari kayu untuk membangun rumah atau kayu bakar hilang begitu saja sehingga tidak sekalipun dari penduduk kampung berani masuk.

Pertikaian kedua keluarga besar ini dipicu hanya masalah sepele, Ayam La Pongrong anak La Tenri Beta kalah dalam sabung ayam oleh anak Karaeng Polo Bangkeng anak Karaeng Lompo Golo. Karena Ayamnya kalah dan tidak terima, La Pongrong marah dan bermaksud menikam Ayam Karaeng Polo Bangkeng, sebelum menikam Ayam Karaeng Polo Bangkeng, La Pongrong ditikam oleh Karaeng Polo Bangkeng. sehingga La Tenri Beta sangat marah dan mengumpulkan sanak keluarganya untuk menuntuk balas kematian anaknya yang tewas tertikam seperti ayamnya. Kabar ini lah yang membuat panik Kakek, Pertikaian ini akan menjadi semakin besar dan melahirkan banyak korban yang mungkin akan menimpa Kampung ini, kampung kelahiranku.

Kabar yang datang ini menjadi bungan tidurku yang acap kali membuatku bermimpi dan terbangun tengah malam. dalam mimpiku, Cahaya merah terang menghiasi kampungku, teriakan tangis bergema di mana-mana, darah berjatuhan dari langit layaknya hujan lebat ditengah malam, dan Perempuan-perempuan berlari tanpa pakaian dengan bola mata pecah dan luka sayatan disana sini menghiasi sekujur tubuhnya.

Mimpi yang datang acap kali itu aku ceritakan kepada Kakek. kakek sontak terkejut diam dengan wajah datar dan pucat.

" Maragaki, Macole moa pappaneddita Puang ?".

"Enna Nak, Katulu-tulumu ritu pada lebba katulu-tulukku, Ula Loppo mallomo makkalukiki kampponge, Inddomu, Anrrimu Becce, na Sappomu kuwita ri tingroku lari mappelang-pelang enna matanna na cera mitti-mitti  messu manccaji wae matanna, Mata essoe mangcaji macella". Kata Kakek dengan nada pelan dan air mata menetes membasahi kulit pipinya yang berkeriput.

 "jadi ku pakkituni Puang, elona Ia maraga, Ambbeku mallajang ni lao Ri Dewata SeuwaE, ennani barumppungnna Kamppong Ri Ngaliki e ri La Tenri Beta na Karaeng Lompo Golo, pada leluasani mattama ri Kampponge malluja".

"Ku pakkitu Nak, pada paggasuani Sapponu nannia silong-silongmmu huranewe baja ri Bolae, na ri caritaki maraga colenna". Kata kakek dengan nada rendah dan wajah yang sama, wajah dengan pucat dan air mata.

Keesokan harinya, saat mentari tepat diatas kepala, Karaeng Lompo Gola dengan menunggangi kuda hitam bersama puluhan laki-laki dengan Badik dan Sapukala terselip di pinggangnya datang kerumah dan mencari Nenekku.

"Tegaki Puang Sattu Allang ?". Kata Karaeng Lompo Golo dari atas kuda Hitamnya.

"Iye engka moi ri laleng ri Bolae Karaeng, mattamaki iye ri laleng bolae".

Dengan destar merah tegak berdiri, karaeng Lompo Gola turun dari kuda hitamnya dan naik kerumahku, Langkah kakinya menapaki satu persatu anak tangga rumahku, Ia naik Kerumahku bersama empat laki-laki lainya dengan destar merah tegak berdiri dan Sapukala menghiasi pinggang mereka. Wajah mereka tidak sama sekali rama, dengan wajah yang muram dan rambut panjang terurai turun sampai ke bahunya. mereka kemudian duduk bersilah sambil menggulung tembakau yang mereka ambil dari lipatan sarungnya.

"Puang Sattu Alang, Iya lao kewe ri bolamu mappalettu ada". Kata Kareng Lompoa dengan nada tegas.

"Iye aga arodo Kareng adatta". Balas kakek dengan nada pelan.

"Ri pitungesso, Idi sibawa Sajitta marana nannia Iya maneng tauwwe ri kamppongnge kwede pada nasalaiki bolana, lecceki mabela-bela. nannia ritu taroangnga anak burane malessie nannia bata na berremu ri bolae kwede, nasaba areddi Kampponge kungakuiki punnaku nannia sajikku, punna teaki lecce, tania carita melampe Puang Sattu, Idi sibawa tauwwe makkita anu makalallaing". Ucap Karaeng Lompo gola dengan nada tegas, berdiri, dan beranjak turun dari rumahku bersama keempat laki-laki lainya. Setelah itu mereka kemudian pergi begitu saja dan menghilang di ujung jalan.

Kata-kata Karaeng Lompo Golo bagai petir yang menyambar kepalaku, pecah dan berceceran ditanah. Ucapan uang mengharuskan dan tidak boleh tidak untuk pergi meninggalkan Rumah, Kampung, Makanan kami ini dan jika kami menolak maka sesuatu hal yang tidak terbayangkan akan menimpa kami dan seluruh penduduk Kampung.

Malam pun tiba, Rumahku penuh sesak dengan kedatangan penduduk Kampung yang lain,Tetua dan pemuda Kampung ada di dalam rumah duduk bersilah membicarakan tindakan apa yang akan kami tempuh, dan di bawah rumah perempuan dan anak-anak menunggu keputusan apa yang akan kami ambil, keputusan yang akan menentukan nasib kami, nasib anak-anak, pera Ibu, dan pemuda Kampung. Pembicaraan malam itu menghasilakan tiga keputusan. pertama, pergi meninggalkan desa, menyimpan sebagian makanan dan Laki-laki yang sehat kuat untuk membantu Karaeng Lompo Golo melawan keluarga La Tenri Beta. Kedua, mengutus utusan ke Keluarga La Tenri Beta untuk membantu kami melawan Karaeng Lompo Golo. dan Ketiga adalah pilihan terakhir dimana kami akan melawan siapapun yang masuk ke Kampung kami. dari ketiga keputusan itu membawa pembicaraan yang alot dan panjang. Kami tidak boleh pergi meninggalkan Kampung, makanan, dan Laki-laki. maka pada malam itu keputusan yang kami sepakati adalah keputusan kedua dan ketiga, Kami harus segera mengirimkan utusan untuk berbicara dengan Keluarga La Tenri Beta.

Aku adalah pemuda cucu dari orang yang dituakan di Kampung, Ambbeku adalah seorang To Barani yang gugur dalam perang membela Mangkasue Ri Bone. Hampir setiap pemuda yang ada di Kampungku memiliki badik dan parang warisan dari ayah mereka, hanya saya yang tidak mendapat warisan dari Ambbekku.

Masalah ini sontak menjadi sebuah kekurangan dalam kedewasaanku, aku adalah seorang pemuda dari To Barani pasukan Mangkasau dan cucu dari orang yang sangat dihormati, sedangkan warisan seperti Badik dan senjata lainnya tidak saya miliki. Hal ini merupakan sebuah kekurangan bagi laki-laki dalam adat keluarga dan suku aku. bagi seorang laki-laki Bugis yang beranjak dewasa, adalah sebuah keharusan untuk mengcukupkan tulang rusuk mereka yang dipinjamkan kepada perempuan yang kelak mendampinginya. sebelum menemukan perempuan itu, Laki-laki itu harus menggantinya dengan Badik yang diselipkan di pinggangnya, selain sebagai simbol kelaki-lakian, Badik ini juga merupakan simbol bahwa si pembawa badik siap menjaga dan mempertaruhkan Siri dan keluarga mereka dari segala macam gangguan, sehingga Laki-laki yang menyelipkan Badik di pinggangnya berarti adalah seorang Laki-laki yang memiliki martabat dan kedewasaan yang tinggi.

Cerita dari kecil tentang adanya Gua Pattimorang, tempat para pasukan To Barani Arrajang mendapatkan pusaka mereka membangunkanku. Ternyata malam ini adalah malam Jumat dengan Rembulan yang bersinar cerah, malam yang tepat untuk mendapatkan pusaka untuk saya sendiri. Tanpa pikir panjang, hanya dengan baju dan sarung saya kemudian berjalan menuju Gua Pattimorang di bawah sinar rembulan, di balik rerimbung hutan dekat jalan setapak menuju Gua terdengar banyak suara tawa dan teriakan yang samar, kadang suara tawa itu berubah menjadi suara rintihan, bulu-bulu halus di tangan dan kakiku serasa begitu tebal, punggungku begitu berat dan panas, segala mantera yang di ajarkan Kakek keluar silih berganti, kakiku terus melangkah, dalam otakku yang terpikirkan adalah datang ke Gua Pattimorang dan pulang membawa apa yang aku inginkan.

Keringat bercucuran di wajahku, napasku terengah-engah, kakiku terasa sakit tertusuk ranting dan rumput yang aku lalui, Mulut Gua dengan Akar-akar pohon beringin bergelantungan nampak begitu jelas disinari cahaya rembulan. dalam Gua terlihat begitu gelap dan sesekali terasa hembusan angin keluar dari mulut Gua, di bawah Pohon beringin terdapat batu yang dukup besar dan datar dengan sisa sesaji, selain itu berbagai jenis bunyi terus saja silih berganti datang dan pergi, suara tawa dan tiba-tiba berganti dengan suara tangisan dan rintihan. dengan mengumpulkan sisa keberanianku setelah perjalanan tadi, aku mencoba memanjat naik ke batu dan duduk bersila sambil memejamkan mata. rasa panas dan keringat yang membasahi tubuhku tiba-tiba hilang  bergantikan dingin yang begitu menusuk tulang, aku terus mencoba menahan dingin yang menyerang kulit-kulitku yang serasa jutaan semut menikamkan taringnya dan menembus sampai ke tulang. aku terus berusaha menahan rasa dingin. Tiba-tiba seluruh bunyi menghilang, rasa dingin menjadi hangat, kuberanikan membuka mata, yang ada hanya kekosongan ruang gelap yang dengan keheningan yang maha hening yang semakin membuatku mengantuk dan tidak tertidur.

Saat terbagun, muncul didepanku sebilah badik dengan urat yang berkilau disinari cahaya mentari. tanpa aku sadari, ternyata aku telah tertidur di bawah pohon Beringin itu sampai mentari bersinar cukup terik dan panas. Akhirnya, usaha dan keberanianku yang aku kumpulkan membuahkan hasil, tenyata cerita tentang Gua Bessi Mallajang benar-benar nyata, aku pulang dengan membawa sebilah Badik, akhirnya aku menajadi lelaki yang utuh.

Keesokan harinya, saat cahaya mentari muncul di selah-selah Gunung Lompo Battang. Saya, Kakek, dan dua pemuda lainnya pergi ke ke Kampung seberang, kampung keluarga La Tenri Beta untuk membicarakan masalah yang menimpa kami sekaligus meminta bantuan. Perjalanan kami tempu sehari dengan menunggangi kuda dan sampai saat sore hari.

"Tabe Puangkku mallompoe La Tenri Beta, Ri Addampengangnka, Ia lao mai ri olota millau pammase Ri Puangkku malompoe. Nasaba idimi nasibawa Karaeng Puangku Dewara SeuwaE mulle mperengka pammase nasaba Karaeng Lompo Golo pole ri kamppongkku elo mappinasa". Ucap kakek dengan wajah menghadap lantai papan dan suara pelan.

"Puang Sattu Alang, Enna gaga mulle kupirengki, nasaba iya parellu to, baja ribajae iya mito lebbi riolo lao ri kamppongmu mongro mattaro to barani nannia engka wettu macole nooriki kamppongnna Lompo Golo. Jadi seddimi ku arengnggi akessingeng. pada leccemiki lao mabela laiki kamppongmu, Hurane malessie, nannia tarowi aga-agammu iyanaritu berre, bata, nannia olo kolummo, Iya mi ro Puang Sattu Alang". Ucap La Tenri beta dengan nada tegas dan tidak dapat lagi ditawar-tawar.

Kami pulang malam itu juga, Keputusan La Tenri Beta sama halnya dengan keputusan Karaeng Lompo Golo. Keputusan itu membuat kakek tak berbicara sepatah kata pun diatas kuda dalam perjalanan kami pulang ke kampung.

Kami sampai di Kampung sama dengan waktu kepergian kami, kami sampai saat cahaya mentari muncul disela-sela Gunung Lompo Battang. Kakek langsung turun dari kuda.

"Nak, paggasua manenggi huranewe ri Bolae". Ucap kakek dengan tegas.

Tanpa pertanyaan, Aku dan kedua pemuda yang kutemani langsung pergi kerumah-rumah penduduk kampung dan memberitahukan mereka agar segera berkumpul di rumah kakek. Saat mentari semakin panas, seluruh penduduk kampung pun berkumpul di rumahku.

"Enna gagana pappileang, seddimi bahang, Ri patettongi sirita nannia mehaki lettu tubutta kasarae reddi massedi ritanae". Ucap kakek dengan tegas dan menghunuskan Badik yang Ia selipkan disarungnya. Para laki-laki pun membalasnya dengan ucapan yang sama.

Malam harinya, penduduk kampung telah datang dengan hal yang sama, badik terselip dipinggangnya untuk membicarakan rencana mempertahankan kampung. Pembahasan malam itu sangat lama hingga ayam berkokok. Kami akan melawan secara gerilya dengan menghadang mereka di tebing batu, saat mereka lewat kami akan mejatuhkan batu dari atas tebing dan menyerang langsung siapa saja yang selamat. itulah rencana yang akan kami lakukan untuk mempartahankan Kampung kami dan Siri kami.

*** BERSAMBUNG ***

Katangka, 13 Dhul Qa'dah 1436 H / 28 Agustus 2015
Oleh : Zulengka Tangallilia

Aku dan Setangkai Senyum

Desahan nikmat yang keluar mengalir bersama napasnya membuatku teringat luka tujuh musim silam, tubuhku panas tak terkendali, Aku hanya mampu menyaksikannya lagi kali ini. Jemariku dengan lugas menancapkan obeng kedadanya. darahnya mengaliri kulitku. Kehagatan darah yang semakin menyelimuti tubuhku adalah sebuah surga yang aku dapatkan dalam keseharianku, entah berapa banyak lelaki yang meregang nyawa dari nikmat yang aku persembahan padanya. Kehangatan darah itu candu dalam hidupku. Aku adalah Wanita Iblis yang datang merenggut mimpi-mimpi.

Monday, November 16, 2015

40.000 Westerling Terkapar oleh Mahrus Andis

Kebenaran adalah sebuah peradaban
titipan tuhan
dalam lingkaran kesadaran


Kebenaran kesejarahan
adalah lembaran kemunafikan
bagi siapa yang melupakan


Maka ketika kita bertemu di sini
ketuklah kembali hati nurani
dan pandanglah lintasan masa lalu


Di sana
langit hitam Sulawesi-Selatan
berkabut kepedihan
bumi yang pucat
menampung luka anak negeri


Di sana
di perut gunung bawakaraeng
di lubuk sungai Jeneberang
terpendam mutiara kesetiaan yang selalu berzikir dengan tulus
dan melantunkan doa-doa kemerdekaan


Maka kenanglah
Andi Mappanyukki Raja Bone
Andi Jemma Datu Luwu
Andi Abdullah Bau masseppe Datu Suppa
Andi Sulthan Daeng Raja Karaeng Gantarang
Andi Mannappiang Karaeng Bantaeng
Mattewakkang Karaeng Binamu
Pajonga Daeng Ngalle Karaeng Polongbangkeng
Andi Ninnong Matowa Wajo
bahkan juga manik-manik sejarah yang lain
termasuk I Salengke To Maggauka Rielle Bicara
lantas ketika kita bertemu di sini
kepedihan apa lagi yang mesti kita lukiskan
jika seorang bocah kampung
menyaksikan sendiri
bagaimana gemuruh senapan mesin
meluluhlantakkan keluarganya
dan otak ibu bapaknya terburai dalam genangan darah ?
kita boleh menangis


Tapi untuk siapakah butiran airmata itu ?
jika di alam kemerdekaan ini
kita begitu akrab
berpelukan dengan Westerling ?
Saudaraku se Indonesia !
kapten Raymond Paul Pierre Westerling
pemimpin Corps Spesiale Troepen
pasukan Baret Merah bentukan Belanda
sebuah sosok manusia berwajah malaikat
tapi hatinya sekeras pilar beton itu
alangkah perkasa berdiri tegar
bagaikan gunung Lompobattang
menyeburkan debu keangkuhan
sambil berbisik ditelinga kita :
God Verdome's !
Anjing-anjing pemberontak mau merdeka !?


Lalu sekejap orang kampung dihalau
meninggalkan rumah
dan mengawasi mereka
menggali kuburannya sendiri


Asap mesiu mengepul di langit malam
nyawa menggelepar menuju Arasy
tanah lapang yang luas
menjadi lautan darah
bumi warisan leluhur
menampung beribu-ribu bangkai anak negeri
yang sampai detik ini
arwah mereka belum pernah paham
"Mengapa kemiskinan hidup ini
harus berakhir di mulut bayonet
dengan dalih konstitusi
undang-undang keadaan bahaya ?"


Saudara !
Empat puluh ribu jiwa
tanpa kain kafan
tanpa do'a keluarga dan wangi kemenyan
telah berangkat ke hadirat pencipta
membawa sisa-sisa kepedihan
sebagai bukti kesaksian


Sementara
kapten algojo Westerling
dengan gagah perkasa
bagai kuda jantan dari Sinjaiberdiri tegar di puncak Bangkeng Buki'
tanpa dosa
tanpa penyesalan
kemudian berbisik:
"Akan kuhabiskan semua
agar seluruh kampung
tidak lagi melahirkan keturunan pemberontak"


Empat puluh ribu jiwa saudara kita
telah tuntas mewakili lembaran sejarah
mungkin diantara mereka
ada suami, istri dan anak-anak kita
terkubur tanpa kata-kata


Atau barangkali
Lelaki Kassa Daeng Jarre dari Jongaya
Daengta I Jumakka dari Galesong
Atau Bania Binti Saguni dari Suppa
Ambe Tongkealu dari Tinumbung
Jamarro Puangna Timang dari Cakke
Atau mungkin
Kulau Petta Cinnong dari Patimpeng
Kalimbu Ambo'na Isogo dari Manipi


bahkan siapa tahu
Palampa Sangkala Dongi dari Malewang
terkubur bersama mereka ?
Jika memang begitu
apa arti pengorbanan
tanpa kita ikhlaskan
Yakinkan Bahwa mereka
telah hidup damai di sisi Tuhannya


Tetapi yang satu ?
lelaki baja berhati pelatina
manajer pembantaian orang kecil tak berdosa
Westerling Mandor Besar si Tukang Jagal
jangan biarkan gentayangan
menyusup ke lorong-lorong waktu
menunggu peluang
untuk membantai hati nurani


Westerling telah bangkit kembali
menguasai pasar kehidupan
di dunia politik
Westerling mencabik-cabik idiologi kebangsaan
meniupkan seruling pertikaian
dan melumuri bendera kebersamaan
dengan lumpur pengkotak-kotakan


Di dalam transaksi perdagangan
Westerling menodongkan senjata kredit lunak
kemudian menyicil tulang sumsum kita
dari tahun ke tahun
dengan bonus pujian
dalam bentuk sertifikat :
Penghargaan atas loyalitas utang piutang


Westerling telah menjelma
menjadi urat nadi kebudayaan
mengajarkan ilmu silat lidah
dan teori pemberontakan
bagi pelajar dan mahasiswa

Atas nama jihad di jalan Tuhan
Westerling bergerilya di belantara keagamaan
dengan fasih melantunkan ayat-ayat khilafiah
menebar kebencian di tengah ummat
memutuskan sendi-sendi persaudaraan
dan membangun firkah-firkah perpecahan

Westerling
wajah beku yang pernah kita kenal
telah meleleh ke dalam hati
menumpuk jadi besi karat
dan menyambut
kisi-kisi kearifan manusia

Saudara-saudaraku !
Hari ini
ketika kita bertemu disini
jangan sia-siakan pengorbanan
arahkan senjata hati nurani
bidik sasaran kemungkaran
tarik pelatuk keadilan
dan...tembak !
dor ...!
dor ...!
dor ...!
maka kita yakinkan
empat puluh ribu jiwa Westerling
terkapar
dalam hati.


Karya : Mahrus Andis / Sastrawan Bulukumba
Bulukumba 11 Desember 2005


Saturday, November 14, 2015

Ompona Ulengnge Oleh Chenk Benk

PAPPAKAINGE

Narekko mattajengngi bosi mappammula ompo siwenninna lettu ompo tellumpenninna uleng Muharram naengka mua bosie namasero, namaraja lempe’na, mannessani ritu tuoulumi pattaungnge namaega mua bosinna rilalenna ritu.Jaji madeceng manengmui uruwaena tungke-tungke pananrangnge rilalenna sitaungnge ritu. Naiyamua narekko ritajengngi bosinna pattaungengnge mappammula ompo siwenninna lettu ompo tellumpenninna namadodong, maponco bosinna, madodong maponco’to bosinna pananrangnge, mabaiccu’to lempe’na.Narekko ritajengngi bosinna pattaungengnge ritu mappammula ompo siwenninna lettu ompo tellumpenninna nade’siseng bosinna, mappannessani ritu mateului pattaungengnge, jaji weddingngi jaji timo’e, iyarega serangnge iyanaritu ittana 3 uleng, 5 uleng, 7 uleng, iyarega timo 9 ulengna. Makkutoparo de’nappabbati sangadinna elonapa Puangnge Jaji, Amin, Wassalam.

PAPPAKAINGEA

Naiya riasengnge Nakase Taung iyanaritu: sitaung nawawa akkasolanna, iga-iga tau missengngi narekko maelo’i pugau seddi hajat, pada-padanna maelo’i mappabbotting, biasa tomatoatta de’ nallorangngi ripugau, nasaba’ mabbiasa engka akkasolanna ritu.B. Makkutoparo riasengnge Nakase Uleng (garutu) iyanaritu 3 uleng nawawa akkasolanna. Iga-iga tau maelo pugau seddi hajat iyarega jama-jamang pada-padanna mappabbotting iyarega maelo lao jokka-jokka mabela (lao sompe), biasa tomatoatta de’nallorangngi riougau nasaba mabbiasa engka ritu akkasolanna.C. Nasaba engkanna akuasangenna Puang Allah Ta’ala, narimakkuannanaro biasa engka jaji bahaya narekko napugau’i tauwe rilalenna ritu (esso Nakase Taung sibawa Nakase Uleng (garutu).

OMPORENNA ULENG MADECENGNGE / MAJA’E AGI-AGI MAELO RIPUGAU RILALENNA RITU

Ompo:Siwenni :
esso anynyarang asenna, ana-ana jaji malampe sunge’i pegaui passurong Puang, matturu’i ripajajianna, masempo dalle’i nasaba esso ripancajinna Nabi Adam. Agi-agi pura tempeddingngi riappammulang.

Duampenni :
esso jonga asenna, najajiangngi ana’ pertama, maupe’i namasiga mallakkai, apa iyanaritu naripancaji neneta Hawa. Agi-agi madecengnge wedding mua ripugau, rilaoangngi sompe, runtu’ki alabang, tapi de’ nawedding rilaoangngi mammusu.

Tellumpenni :
esso macang asenna, nakase’i nasaba esso najajiangnge Kabil ana’na Adam. Ana-ana jaji madorakai ripajajianna, maja’i riappabbottingeng, majai riattanengeng, rilaoangngi mabela nakennai sukkara, iyanaro naripassu’ Adam-Hawa pole ri surugana Puang Allah Ta’ala.

Eppa wenninna : 
esso meyong asenna, najajiangngi ana baraniwi, makessingngi riappanorang bine, tapi ompo 4-5-6-7-13-15-17 majai riappammulang mattaneng ase nasaba nanrei ule, makessing muto rilaoang mabela, narekko tau kawing pangkagarengngi nadenaullei massarang, narekko riakkalangngi inreng denariullei waja’i.

Lima ompo :
esso kalapui asenna, najajiangngi ana madorakai ripajajianna, nakase’i de nawedding riappanorang bine.

Enneng ompo :
esso tedong asenna, makessing mua rilaoang mabela, runtu’ki alabang, makessing muto rikawingang, najajiang ana tanra maccai mabbicara toriolo, pugau’i passurong Puang, tapi kasi-asiwi, makessingngi riangelliang tedong (saping) iyarega olo-kolo mawijai, makessingngi riakkabbureng wakke nasaba teai lobbang wakke’na ritu, makessing muto riappanorang bine (ase).

Pitu ompo :
esso balawo asenna, tempeddingngi riakkalang inreng nasaba tenriullei waja’i, maja’ toi riellauang wae galung nasaba nanrei kare ase ritu, tapi makessingngi riakkebbureng pakkakkasa no’ ri salo’e/ri tasi’e, madeceng muto rikawingeng nasaba weddingngi sugi.

Aruwa ompo :
esso sapingngi asenna, ana-ana jaji malomo patulungngi ripadanna tau, masempo dalle’i, madecengngi rikawingeng nenniya riappatettongeng bola nasaba mattiro camming asenna, madeceng muto rilaoang sompe (tega-tega), madeceng riappammulang balu-balu.

Asera ompo :
esso asui asenna, madecengngi riappammulang mattaneng rigalungnge sibawa waena galungnge mappammula malaki’ wae galung, mauni sibotolo’ muna naripenre riakkeangnge, najajiangngi ana-ana madorakai ripajajianna sibawa ri Puang Allah Ta’ala. Narekko rikawingengngi malomoi massarang iyarega matei masitta makkunraie.

Seppulo ompo :
esso nagai asenna, maja’i riappammulang mattaneng rigalungnge/ridare’e, makessing tosi rilaloang mangolo riarungnge, makessing riabbottingeng, najajiangngi ana’ maupe’i.

11 ompo :
 esso bembe’i asenna, makessingngi nasaba iyanaritu nariputtama Nabi Adam ri surugae, najajiangngi ana’ turu’, maupe’i, malampe sunge’i napugau’i passuroangna Puang Allah Ta’ala.

12 ompo :
esso gajai asenna, temmagagai tau laloe, toriwelaiye, tau ripoleiye nasaba iya najajiang Nabi Muhammad SAW, najajiang ana maupe’i pogau’i passuroang, madeceng riappanorang bine, agi-aginna madecengngi nasaba barakka’na Nabitta Muhammad SAW.13 ompo :
esso singa asenna, nakase’i (maja’i) nasaba esso ritununna api Nabi Ibrahim, ripakkerina Raja Namrud, najajiangngi ana mabbiasai ujangeng, rilaoangngi mabela biasai nakennaki lasa ritengnga laleng atau mateki rilaotta.

14 ompo :
esso serigala asenna, sininna jama-jamang madecengnge salama’i ripugau, makessingngi rilaoang mammusu, dangkang, sibawa rikawingeng nasaba iyanaritu narijajiang Nabi Sulaiman, najajiangngi ana sugi’i.

15 ompo :
esso iti asenna, ana-ana jaji pogau’i passuroang, naniriwi pappesangka, turu’i ripajajianna, riammasei ri padanna tau, macanti’i tappana nasaba najajiangnge Nabi Yusuf, tempeddingngi riappatettongeng bola nasaba teyai nasalai lasa punnana, rilaoangngi sompe nakennaki lasa atau halangeng.

16 ompo :
esso bawi asenna, nakase’i nasaba esso ribuanna Nabi Yusuf rikalebbongnge ri padaranena, ana-ana jaji ujangengngi, agi-agi maja’i ripugau kecuali mattaneng ikkaju ki’, mabbuai, madecengngi riakkabbureng onrong doi’ teyai lobbang.

17 ompo :
esso jarakenniai asenna, madecengngi rilaoang mangolo riarungnge, rilaoang madduta teyai tenritarima, rilaoangngi riwanua laingnge madecengngi.

18 ompo :
esso balipeng asenna, nakase’i nasaba esso najajiangnge Nabi Isa, najajiangngi ana macanti’i, iyatonaro naripancaji matanna essoe, salama’i rilaoang mabela atau sompe, narekko jajiang ana napeddiri ati tomatoanna, tapi pogau’i passuroang Puang Allah Ta’ala.

19 ompo :
esso lancengngi asenna, najajiang ana pogau’i passurongna Puang Allah Ta’ala, malomoi sugi, malomo atiwi ripadanna tau sibawa ripajajianna, esso najajiangnge Nabi Yakub, makessingngi rilaoang dangkang.

20 ompo :
esso ula’ asenna, makessing ladde rilaoang madduta, najajiangngi ana teyai tessugi, esso najajiangnge Nabi Ismail.

21 ompo :
esso tau asenna, nakase’i nasaba esso najajiangnge Fir’auna, tau rigellie ri Puang Allah Ta’ala, narekko riappattettongengngi bola teyai tennanre api, narekko riappammulangngi tennung atau riassapparengngi tennung teyai tenriaddorang tau mate, ponco’na ada appakeng parewa agi-agi aja’na naripammulai, kuaenna parewa bola tempeddingngi riala, pada-padai narekko ompo siwenniwi akerekenna.

22 ompo :
esso aloi asenna, narekko anu madecengmua, salama’i ripugau’, esso naripancajianna malaika’e, najajiangngi ana tanra turu’i ripajajianna, turusitoi passurong Puang Allah Ta’ala, salama’i rilaoang sompe, rilaoangngi mammusu ricau’i balie, ko ‘idi rilaoi idi tosi ricau’.

23 ompo :
esso incale asenna, makessingngi riabbottingeng, sawei mawase’ki, riangelliang appakeng temmaradde’i ridi, tapi makessingngi riangelliang balu-balu, magatti’i tarala namakessing sarona.

24 ompo :
esso balipengi asenna, makessingngi riappabbottingeng, najajiangngi ana masempo dalle’i nasaba timunnami kedo jajisi pattujunna, makessingto riangelliang alo-kolo nasaba mawijai ritu.

25 ompo :
esso balawoi asenna, nakase’i nasaba nakennai lupu kampongnge, pituttaungngi tika, najajiangngi Nabi Ibrahima, ana jaji matturu’i ri Puang Allah Ta’ala sibawa topajajianna, narekko riappabbottingengngi teyai temmassarang, pangkagarengngi mallaibine, makessingi rilaoang massinge pappainreng nasaba teyai tenriwaja, mauni maega muna.
26 ompo :
esso serigala asenna, makessingi rilaoangngi sompe, riabbotingengngi ana jawiji sugi, makessing riattanengeng agi-agi makessing maneng mui ri jama.

27 ompo :
esso Nabi asenna, makessingngi rilaoang mabela, riappangujuang menre ritana Mekkah, makessingto riappanorang bine, riappattettongeng bola, riakkalang inreng nasaba masitta’i riwaja, riappakkennang pangulu bangkung, passorong bessi, riakkabbureng addeneng, massuro mallanro kawali tappi.

28 ompo :
esso kalapu asenna, najajiang ana pogau’i passurong, makessingngi riakkabbureng wakke olokolo nasaba mawijai, makessing to riabbottingeng.

29 ompo :
esso sikadongngi asenna, madeceng riallantikeng tomapparenta nasaba mattuppu batui batena mapparenta, madeceng to riangelliang balu-balu nasaba magatti’i taralla, naekiya maja’i riangelliang appakeng nasaba nalai pelolang atau tabbei, madecetto rilaoang sompe, riattanengeng, agi-agi jama-jamang madeceng manengi ritu.

30 ompo :
esso manu asenna, makessingi rilaoang dangkang nasaba salama’i iyatonaro naripaturung dalle’e risininna ripancajie, makessingngi riellau doangeng rimunri sempajang assara’, iyatonae esso kaminang macoa, appettung bicaratoi sininna pananrangnge rilangi’e, ana jaji malampe sunge’i namasempo dalle’i napugau’i passuroanna Puang Allah Ta’ala, iyatona riaseng tepu lotong.

( Sumber : Chenk Benk / Sempugi )


Tehnik Mattompang Oleh Roedy Rustam

Mattompang merupakan sebuah ritual khusus untuk membersihkan bilah polo bessi, sebuah perlakuan khusus dan special , tidak hanya sekedar mencuci, namun lebih kepada sebuah filosofis kedekatan batin seorang pemilik dengan polo bessinya  . ibarat seorang lelaki yg mampu memuaskan pasangannya.

Biasanya ritual mattompang dilakukan pada hari tertentu atau hari baik, tergantung kepercayaan dan keyakinan masing-masing pemilik, saya sendiri biasa melakukannya pada hari jum'at siang atau tepatnya pada menjelang tanggasso tanra,bahan yg dibutuhkan pun terbilang sangat sederhana, yaitu jeruk nipis atau limau, sebanyak 3 biji, serta lullu atau lap.meskipun nanti yg digunakan hanyalah potongan sisi perbuah.

Sebaiknya proses ini juga dilakukan pada saat matahari muncul atau terik , hal ini akan sangat berdampak pada keberhasilan 'mappuale\' jika dilakukan pada ssat mendung atau matahari gelap, maka proses akan menjadi sulit dan lama.

Ada tiga langkah dalam Mattompang :

Langkah Pertama adalah pencucian

Dalam tahap awal ini , bilah polo bessi dibersihakan dari segala jenis karat yg menempel pada bilah, dengan cara memberikan
tetesan limau sebnayak tiga tetes pada pangkal, tengan dan ujung bilah sisi kanan, kemudian mengusapnya dengan menggunakan 
kombinasi ibu jari dan telunjuk secara acak , lakukan dengan perlahan dab hati hati, utamakan kepada objek yg terdapat banyak 
korosi dan karat ....  lakukan hingga karat tersebut hilang, ulangi pada sisi bilah kiri , dan terakhir usap dengan menggunakan Lullu', bahan ini skr sudah sangat jarang ditemukan sehingga bisa diganti dengan kertas koran.

Langkah kedua adalah resapan

Dalam tahap kedua ini,proses dilakukan seperti langkah pertama, hanya saja tetesan jeruk nipis cukup diberikan satu tetes pada pangkal, tengah dan ujung masing -masing bilah , kemudian usap dengan tehnik satu arah , dari pangkal ke ujung, secara simultan, lakukan hingga tetesan jeruk limau tadi menjadi terasa lengket hingga mengering,  dalam tahap ini Lullu' atau lap tidak dipergunakan lagi.


Langkah ketiga adalah ekstraksi mappuale.

Langkah ketiga ini mutlak dilakukan setelah melewati tahap kedua dengan sempurna, kita hanya perlu memberikan satu tetes limau pada pangkal bilah, saat diteteskan,secara alami tetesan tersebut akan berwarna putih kapur, langkah inilah yg menandakan bahwa anda berhasil melakukan tehnik " tompang mappuale' , kedua sisi bilah akan mengeluarkan aroma khas dan berwarna putih , dan akan lebih banyak mengeluarkan cairan putih, hal ini akan terjadi terus menerus , kecuali kita sendiri yg menghetikannya. ketika sudah sampai tahap ini, itu berarti proses ritual mattompang telah berhasil kita lakukan , saatnya kita akhiri dengan mencuci bersih dengan perasan air limau seperti tahap pertama, akan tetapi tidak disentuh dengan jari lagi . langsung dibersihkan dengan lullu' atau kertas koran .

Demikian tehnik mattompang secara sederhana , 
salam hangat,


Dalama' tapada salama'

( Sumber : Roedy Rustam / Sempugi )


Manajemen Pengetahuan ( Bicaranna Paddisengengnge) Dalam Mendalami Kebudayaan Celebes Oleh Rudy Rustam pad

Untuk mempelajari kebudayaan  banyak hal yang harus kita perhatikan , terutama jika kita berasal dari latar belakang pendidikan serta  disiplin keilmuan yang berbeda  ,hal ini mutlak kita lakukan,  belum lagi pengaruh media informasi  yang begitu pesat , sehingga kita lupa menyiapkan filter dalam  mengolah informasi tersebut menjadi basis data serta bebuah sebuah pengetahuan yang berguna.

Seperti halnya  budaya dan sejarah di jazirah sulawesi selatan , banyak informasi yang tertutup , absurd bahkan terkadang distorsi , hal ini lah kemudian  menjadi  pemantik dasar bagi saya untuk berbagi tulisan ini .  keresahan dan kegelisahan akan sumber –sumber informasi yang semakin kurang  , belum lagi budaya literasi yang semakin tergerus .

Olehnya mungkin sebaiknya kita mulai dari apa itu yang di sebut dengan mangement pengetahuan ???

Manajemen Pengetahuan / Bicaranna Paddisengeng( Knowledge management) adalah kumpulan perangkat/appakengeng , teknik/ gau’ na, dan strategi/ puraga,  untuk mempertahankan, menganalisis, mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman.

Fokus dari Management pengetahuan  adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan  dalam bugis dikenal dengan istilah Pugau lainnna ada bicara tonging nge mancaji paddisengeng .

Cut Zurnali (2008) mengemukakan istilah knowledge management pertama sekali digunakan oleh Wiig pada tahun 1986, saat menulis buku pertamanya mengenai topik Knowledge Management Foundations yang dipublikasikan pada tahun 1993.
Akhir-akhir ini, konsep knowledge management mendapat perhatian yang luas. Hal ini menyatakan secara tidak langsung proses pentransformasian informasi dan intellectual assets ke dalam enduring value. Knowledge management merupakan kekhususan organisasi (organization-specific), ketika perhatian dasarnya adalah ekploitasi dan pengembangan organizational knowledge assets kepada tujuan-tujuan organisasi selanjutnya.

Knowledge management bukan merupakan sesuatu yang lebih baik (better things) / makessing nennia,  tapi untuk mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (things better)/ nakiya makkugai na makessing .
Pengetahuan / paddisengeng bukanlah sekadar informasi/ ada bicara. Pengetahuan (paddisengeng) bersarang bukan di wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan, informasi, dan data. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam memahami Manajemen Pengetahuan.

Transfer pengetahuan / mappalele paddisengeng (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan.
Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja ( tudang sipulung) , magang / maccoe ,, pelatihan profesional/ kedo pekke  dan program mentoring / pasitinaja gau.

Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan.

Makassar, 17 Mei 2015

(Sumber : Rudi Rustam / Sempugi )


Sebuah Sumber Pribumi tentang Perang Mengkasar

Untuk pertama kalinya sebuah dokumen pribumi mengenai Perang Mengkasar (21 Oktober 1653 – 19 November 1667) yang ditulis oleh salah seorang pelakunya sendiri kini tersedia dalam bahasa Indonesia. Dokumen tersebut adalah Syair Perang Mengkasar yang ditulis oleh Enci’ Amin, jurutulis Sultan Hasanuddin, ‘ayam jantan dari timur’. Akibat konspirasi Cornelis Speelman dan Arung Palakka, Sultan Hasanuddin terpaksa meneken Perjanjian Bongaya (19-11-1667) yang mengakhiri hegemoni Kerajaan Goa kawasan Indonesia bagian timur.

Buku ini aslinya adalah disertasi Cyril Skinner di University of London yang kemudian diterbitkan oleh Martinus Nijhoff di S’Gravenhage (Den Haag) tahun 1963, berjudul Sja’ir Perang Mengkasar (The Rhymed Chronicle of the Macassar War). Usaha Abdul Rahman Abu (penerjemah) dan Ininnawa & KITLV Jakarta (penerbit) untuk menghadirkan versi bahasa Indonesia buku ini, yang versi Inggrisnya sudah cukup lama terbit, patut dihargai sehingga buku ini sekarang dapat diakses lebih luas di Indonesia.

Skinner menemukan dua salinan naskah Syair Perang Mengkasar, keduanya berbahasa Melayu. Naskah pertama, SOAS ms. No. 40324 (naskah S) yang ditulis dalam format syair, merupakan bagian dari koleksi manuskrip Marsden yang diserahkan kepada King’s College, London, pada 1835, yang kemudian dipindahkan ke Perpustakaan School of Oriental and African Studies (SOAS) pada 1920-21. Naskah S merupakan hasil kerja dari dua orang penyalin, tebalnya 38 lembar folio (76 halaman), beraksara Jawi. Namun 13 bait pertama naskah ini sudah hilang. Naskah S disalin di Sumatra, yang mungkin diperoleh Marsden di Bengkulu antara 1771 dan 1779. Bahasa naskah S ini sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa Minangkabau (hlm.58).

Naskah kedua (diberi kode L, ditulis tanpa ada pemisahan antar larik dan antar bait) adalah Cod.Or. Bibl. Lugd. 1626 koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden, yang juga ditulis dalam aksara Jawi. Naskah L hanya 6 halaman (73 bait) dari keseluruhan Syair ini yang, berdasarkan alih aksara yang termuat dalam buku ini (hlm.75-142), berjumlah 534 bait. Naskah L diperoleh Universiteitsbibliotheek Leiden tahun 1848, bersama-sama dengan naskah lain yang pernah dimiliki oleh Francois Valentijn. Naskah L ini disalin oleh Cornelia Valentijn (istri Francois Valentijn) di Ambon sekitar 1710.

Skinner menyajikan alih aksara Syair Perang Mengkasar dengan memilih naskah S sebagai teks landasan dan memberikan konteks historis dan analisa kesastraan yang memungkinkan pembaca memahami isinya. Ia melakukan critical edition dan bagian yang hilang pada awal naskah S ‘ditambal’ dengan naskah L.

Menurut Skinner teks Syair Perang Mengkasar menjadi delapan bagian (hlm.67-9).

Bait 1-28: Pendahuluan. Bagian ini berisi puji-pijian (doxology), persembahan dan sanjungan untuk Sultan Goa, dan permohonan maaf pengarang.

Bait 29-91: Perang Dimulai. Bagian ini mengisahkan persiapan dan keberangkatan ekspedisi VOC ke Makassar, ikrar sumpah setia orang Makassar kepada Sultan mereka dan kebencian kepada VOC, dan pertukaran surat antara Sultan dengan VOC.

Bait 92-135: Ekspedisi VOC ke Buton. Bagian ini mengisahkan kekalahan pasukan Makassar yang dipimpin oleh Karaéng Bonto Marannu.

Bait 136-148: Ekspedisi VOC mengunjungi Maluku. Bagian ini menceritakan bergabungnya Sultan Ternate dengan ekspedisi VOC dan sanjungan kepada Sultan Goa.

Bait 149-206: Pemberontakan orang Bugis. Kisah dalam bagian ini meliputi kekalahan orang Bugis atas pasukan Sultan Tallo’ di Mampu dan Pattiro, kembalinya para pemenang perang itu ke Makassar, dan permohonan maaf pengarang atas kekurangannya.

Bait 207-423: Perang Mengkasar Pertama. Dalam bagian ini dikisahkan tibanya armada VOC di Makassar yang kemudian menyerang Bantaéng, utusan Speelman dihina, persiapan serangan oleh Makassar, aksi saling bombardir dalam pertempuran hari pertama, berlanjutnya pengeboman, permohonan pengarang agar dikenang, dipatahkannya upaya VOC untuk menguasai Batu-Batu, serangkan VOC ke Galésong, berkecamuknya pertempuran sengit di Batu-Batu menyusul pendaratan pasukan VOC di sana, jatuhnya korban di pihak Makassar, perundingan damai disertai kepanikan, sanjungan buat Sultan Goa dan Tallo’, dan disepakatinya perdamaian.

Bait 424-459): VOC di Ujung Pandang. Bagian ini mengisahkan mulai menetapnya orang-orang VOC di Ujung Pandang (Makassar) dan rasa muak penduduk setempat kepada mereka, pembelotan beberapa karaéng dari Makassar kepada VOC yang bergabung dengan musuh dalam penyerangan ke Sanraboné, dan pengiriman bala bantuan dari Makassar ke Sanraboné di bawah pimpinan Karaéng Jerannika.

Bait 460-513: Perang Mengkasar Kedua. Dalam bagian ini dikisahkan serangan VOC ke Sanraboné, dibakarnya Perwakilan Dagang Inggris dan dipukul mundurnya serangan VOC, pertempuran berlanjut, penyerbuan ke pusat pertahanan Makassar yang masih tersisa dan dihacurkannya benteng mereka, dan mundurnya pasukan Makassar ke Goa.

Bait 514-534: Penutup. Pengarang mengekplisitkan moral cerita (bait 514). Selanjutnya pada bagian ini diceritakan pula perjanjian damai terakhir (Perjanjian Bongaya) untuk mengakhiri perang ini, kesimpulan pengarang, dan pengarang mengungkapkan identitas dirinya dan memohon maaf untuk terakhir kalinya.

Skinner juga mencatat tanggal peristiwa-peristiwa penting yang disebutkan dalam Syair ini. Dengan demikian, sampai batas tertentu, Syair Perang Mengkasar bersesuaian dengan catatan sejarah VOC (dan sumber Barat pada umumnya) mengenai perang ini (Seperti telah dikaji oleh Leonard Y. Andaya 1981; terjemahan Indonesianya oleh Ininnawa 2004).

Namun demikian, historiografi tradisional, seperti Syair Perang Siak, Syair Perang Wangkang, Babad Blambangan, Surat Keterangan Syekh Jalaluddin karangan Fakih Saghir, dan Syair Perang Mengkasar—sekedar menyebut contoh—memiliki logika dan struktur sendiri, yang berbeda dengan logika dan struktur catatan sejarah karya orang Barat. Historiografi tradisional kita mengandung informasi mengenai masa lampau kerajaan

Berbeda dengan sumber-sumber Barat yang sering hanya memberikan urutan kronoligis peristiwa sejarah dan kadang cenderung statistis, sumber-sumber pribumi seperti historiografi tradisional sering merepresentasikan hubungan yang berkelindan antara pikiran dan perasaan (emosi) penulisnya. Sumber-sumber pribumi seperti ini adalah bagian integral dari budaya lokal Nusantara. Melaluinya kita tidak hanya dapat memahami berbagai ketegangan, konflik, dan keprihatinan pada pemimpin lokal itu tetapi juga cara mereka memandang dunia lokalnya dan orang asing.

(Sumber : Suryadi, Leiden Institute for Area Studies, Universiteit Leiden, Belanda )