Tanjung Bira

Tanjung Bira, Kab. Bulukumba, Prov. Sulawesi-Selatan, Indonesia.

Sanggar Seni Panrita

STIKES Panrita Husada Bulukumba

Sekolah Sastra Bulukumba

Sekolahnya Penulis Bulukumba

Lopi Phinisi

Melanglang buana menerjang ombak mengarungi samudera

Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Hidup Selaras dengan Alam sebagai Kosmologi Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Tuesday, December 23, 2014

Sampah masih menginvasi Kota Bulukumba

Doc : Zulengka Tangallilia
Sampah merupakan salah satu masalah perkotaan, sampah yang diolah dengan baik maka akan bermanfaat dan menghasilkan lembaran-lembaran rupiah. Misalnya sampah nonorganik seperti bekas air mineral dapat diubah menjadi kerajinan yang bernilai ekonomia, dan sampah organik seperti daun-daun, sayur dapat diubah menjadi pupuk kompos dan dapat menjadi pipuj alternatif bagi banyak petani.

Sampah organik yang dapat lapuk dalam tanah bedah dengan sampah-sampah nonorganik seperti sampah plastik, ini tidak dapat lapuk dengan cepat dalam tanah.

Di Kabupaten Bulukumba sendiri pengolahan sampah menjadi kerajinan dan kompos masih jarang ditemukan. Ini ditandai dengan masih banyaknya sampah di sudut-sudut kota, misalnya sampah yang bertumpuk di salah satu pusat perbelanjaan yang megah ini. Saat ini, dias kebersihan dan tata kota setiap harinya membersihkan dan membuang sampah, tapi itu masih belum cukup mungkin karena kurangnya tenaga kebersihan dan manajemen yang kurang maksimal.

Ibu...

IBU...

Puisi ini kutujukan untuk Ibu

Yang terlelap dalam dekapan malam
---------------------
22 desember hari Ibu
9 Bulan Ibu mengandung
2 tahun Ibu menyusui
22 tahun Ibu memberi Aku kasih dan sayang

Mungkin ini hanyalah angka-angka

Yang terbilang atas perjuanganmu
22 desember kini telah tiba

Mengulang 264 bulan
Yang berlalu dan terlupakan
280 hari engkau memeluk aku dalam perutmu
2 tahun engkau menyuap aku dengan tetes susumu
Dan tak terhitung lagi...


Bulan, hari, jam, menit, bahkan detik engkau memberi aku senyuman
Malam ini...
Aku ingin membalas senyummu

Tapi engkau telah terlelap dalam dekapan malam

Aku masih ingat
Disaat engkaubMenyuapi aku bulir-bulir nasi

Memeluk aku dengan kehangatan kulitmu
Menghibur aku ketika meneteskan air mata
Mencuci baju, Memasak makanan, Hingga memandikan Aku
Ibu mengantar Aku kesekolah menjejaki jalan, sebelum masuk kelas.

Engkau tak lupa mengelus kepalaku dengan penuh kasih dan sayang. 
Satu kata yang tak pernah Aku lupakan 
"Belajar yang baik Nak."

Pulang sekolah, Kita berbicara berdua tentang apa saja di tetas rumah ditemani semilir angin dan goyangan bunga-bunga yang berbaris rapi yang engkau susun rapi

Ibu dengan sabar mendengar setiap kata-kata yang keluar dari mulut Aku
Aku pernah membentak engaku,


Tapi engkau hanya tersenyum dan memberiku nasihat yang penuh kasih, 
Engkau tak pernah dendam dengan Aku, engkau tetap saja membuatkan teh ketika pagi.

"Aku sudah kenyang nak, makanlah...
Tidurlah nak, biarlah Ibu menjagamu malam ini...
Ini uang nak, Ibu masih punya uang." 
Itu semua untuk Aku

"Aku tidak berharap uangmu nak, Cukup senyunmu saja Ibu sudah bahagia"

Kata Ibu dimalam itu
Dikala hujan turun
Dan terbaring di penghujum malam...

Zulengka Tangallilia
Katangka, 22 Desember 2014



Saturday, December 20, 2014

Sekolah Sastra Bulukumba dan UNM jurusan sastra Dialog kebudayaan di Tanjung Bira, Bulukumba

Saat ini, laju modernisasi di Indonesia semakin meraksasa. Ditambah dengan adanya Masyarakat Bebas ASEAN 2015 ini semakin mempertegas akan hal ini sehingga memaksa setiap orang untuk ikut bahkan terseret kedalamnya.

Beda halnya dengan keberadaan komunitas Masyarakat Adat Ammatowa, keteguhan untuk mempertakankan Adat Istiadat terhadap laju modernisasi ini membuat Kawasan Adat Ammatowa menjadi magnet bagi banyak orang untuk tahu.

Sabtu, 21 Desember 2014. Puluhan mahasiswa sastra 2013 Universitas Negeri Makassar (UNM) didampingi Sekolah Sastra Bulukunba (SSB) berkunjung ke Tanjung Bira, Bulukumba. Malam pertama dihabiskan dengan mengadakan diskusi tentang Mastarakat Adat Ammatowa. Nampaknya Mahasiswa yang berasal dari berbagai Daerah ini antusias menyimak materi yang dibawakan oleh Budayawan Bulukumba Andhika Daeng Mappasomba. Tanya jawab pun terlontarkan akan rasa ingin tahu tentang aktifitas sehari-hari, adat istiadat, sosial budaya, maupun Budaya orang-orang kamase-maseang ini. 

"Besok, Kami akan berkunjung langsung ke lapangan, tempat masyarakat Adat Ammatowa ini..." Ujar Nining salah satu mahasiswi jurusan sastra semestet tiga ini.

Sunday, December 14, 2014

Pementasan Sanggar Panrita di Hotel Bintang Galesong, Takalar.

(Dok : Zulengka Tangallilia)
Seminar yang diadakan sehari sebelumnya di Hotel Clarion (11/12) dilanjutkan dengan penandatanganan MOU kerjasama antara 10 Universitas dari tiga negara yakni Indonesia, Tahailand, dan Filipina.

Penandatanganan MOU ini dilaksanakan di Hotel Bintang Gesong, Takalar. STIKES Panrita Husada Bulukumba yang merupakan salah satu peserta dalam kerjasama lintas negara ini memberikan pertunjukan Seni yang mengankat Budaya Ammatowa, Kajang. Selain itu, kampus lainya adalah STIKES Tanah Wali Persada, Takalar yang mempersembahkan tari Panen, dan AKBID Tahira Al-Baeti yang mempersembahkan Tari Moderen Dance.

Dengan adanya kerjasama lintas negara ini diharapkan kedepannya memberikan kualitas tenaga kesehatan yang berkualitas dari masing-masing Universitas.

Thursday, December 11, 2014

Seminar Internasional 10 kampus dari dalam maupun luar negeri

Seminar Internasional yang melibatkan 10 Universitas ini berlansung di Hotel Grand Clarion, Makassar, 11 Desember 2014. Seminar kesehatan yang bertema "The role of healt profesionals in saving the first 1000 days of children's life" ini diikuti Ribuan Mahasiswa maupun tenaga kesehatan dari berbagai instansi.

Seminar yang berlangsung ini atas kerjasama Universitas dalam maupun luar negeri. Dari sulawesi selatan yang merupakan Wilayah Kopertis 9 ini melibatkan STIKES Tanawali Persada Takalar, STIKES Amanah Makassar, STIKES Panrita Husada Bulukumba, STIKES Kurnia Jaya Persada, dan AKBID Tahira Al Baeti Bulukimba. Dan 5 lainya dari Universitas Thailand dan Filipina.

"Kedepannya, diharapkan adanya kerja sama antara kesepuluh Universitas ini" ungkap salah satu panitia pelaksana.

Friday, November 21, 2014

Dasar pemikiran Sekolah Sastra Bulukumba

Dasar Pemikiran
(Dok : Radio Cempaka Asri 102.5 FM)
Bahwa gerakan sastra (Lisan dan Tulisan) yang massif di masyarakat Indonesia dan dunia tidak boleh dibebankan kepada Lembaga Pendidikan Formal dan  Sastrawan saja.  Gerakan Sastra harus dilakukan secara massif dan mendekatkannya kepada masyarakat dengan cara membangun kelompok-kelompok pengapresiasi sastra secara luas. Kelompok tersebut harus menjadi benteng sekaligus sebagai wadah untuk penyaluran kemampuan bersastra bagi masyarakat, juru bicara atau penyampai nilai karya sastra, konektor antara masyarakat dan sastrawan, konektor antara satu penggiat sastra dan penggiat sastra lainnya di wilayah yang berbeda, sehingga terbangun komunikasi yang baik antar satu wilayah dengan wilayah lainnya yang berkenaan dengan kesusateraan.

Visi

Terbangun dan terbentuknya karakter pemerhati sastra dan masyarakat  secara luas yang menghargai wacana kesusasteraan di Indonesia dan dunia.
 
Misi

Mendorong masyarakat secara luas untuk mengapresiasi sastra dengan berbagai cara yang kreatif dan mewadahi penggiat sastra/penulis/sastrawan agar memiliki ruang untuk mengekspose dan mendiskuiskan karya mereka di dalam masyarakat baik dalam komunitas maupun secara meluas.

Teknis Pendirian

  1. Setiap wilayah atau komunitas bebas untuk mendirikan Sekolah Sastra dimanapun mereka berada, selama ada inisiator/inspirator/relawan untuk melakukan deklarasi, perekrutan dan sosialisasi lembaga Sekolah Sastra yang didirikannya, baik melalui media sosial, selebaran, dan kerja sama dengan media massa. 
  2. Setiap wilayah atau komunitas berhak menentukan namanya sendiri dengan mengikutkan nama Sekolah Sastra, misalnya; Sekolah Sastra Bulukumba, Sekolah sastra Al Gazali Makassar, Sekolah Sastra Majene Sulawesi Barat, Sekolah Sastra Pulau Bunyu Kalimantan Timur, dan sebagainya. 
  3. Setiap pendiri, bebas secara kreatif untuk mendirikan Sekolah Sastra mereka berdasarkan karakter masyarakat atau komunitas mereka, mengingat karakter setiap komunitas atau masyarakat sangatlah variatif. 
  4. Setiap Sekolah Sastra bebas untuk melakukan perekrutan anggota baru dengan caranya masing-masing berdasarkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Boleh perekrutan persemester ataupun pertahun. 
  5. Setiap Sekolah Sastra setidak-tidaknya memiliki Pendiri sekaligus Pembina, ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Departemen. Jumlah departemen disesuaikan dengan kebutuhan komunitas atau daerah masing-masing. Masa jabatan ketua dan jajarannya disesuaikan dengan hasil musyawarah internal. 
  6. Perekrutan anggota sebaiknya dilakukan secara meluas tanpa melihat usia, gender, profesi, atau fokus kajian keilmuan. Boleh dari jurusan apa saja.  
  7. Pengukuhan anggota sebaiknya dilakukan tidak terburu-buru akan tetapi dilajukan secara lambat dan lama, sambil melihat potensi-potensi calon anggota tetap di dalam mengikuti setiap perecanaan kegiatan yang diset oleh dean pendiri atau pembina.

Kegiatan Sekolah sastra

Kegiatan Sekolah Sastra tidak boleh membebani atau memberatkan pembina, pengurus atau anggota. Semuanya harus dilakukan secara sukarela dan berdasarkan kemampuan saja. Dan sebaiknya membuat jadwal yang rutin dan tidak membebani anggota.

Kurikulum dari Sekolah Sastra ini adalah Kegiatan Seni Sastra itu sendiri di antaranya;

  1. Membaca. Setiap anggota wajib membaca buku-buku sastra serius; Novel, Novelet, Roman, Essay, Cerpen, Puisi, Monolog (yang baik dan berkualitas/peraih nobel atau penghargaan lainnya) dan sebagainya sebagai wujud kecintaannya dengan sastra 
  2. Menonton. Setiap anggota wajib untuk menonton berbagai macam pertunjukan seni atau film-film berkualitas, umumnya diangkat dari novel-novel yang berkualitas (baiknya yang mendapat pengakuan internasional)
  3. Menulis. Setiap anggota wajib memilih salah satu jenis sastra yang digandrunginya dan lebih fokus berkarya di bidang itu tanpa meninggalkan jenis sastra lainnya. 
  4. Berdiskusi. Setiap anggota sebaiknya mendiskusikan film atau buku yang telah dibaca/diapresiasi atau mendiskusikan karya-karya mereka sendiri (anggota/bukan anggota)
  5. Pementasan. Anggota Sekolah Sastra wajib melakukan pementasan sastra baik dalam bentuk yang sangat sederhana maupun yang pementasan yang berskala besar dengan melibatkan penonton/apresiator dari berbagai latar belakang. Pementasan bagi Sekolah sastra boleh dilakukan dimana saja tanpa harus terikat dengan sedikit atau banyaknya penonton. Bahkan boleh dilakukan di ruang terbuka atau tertutup seperti halaman rumah, ruang tamu, kamar tidur atau dimanapun, dengan catatan melakukan pendokumentasian dan jika memungkinkan dapat melakukan upaya sosialisasi dalam bentuk video di situs youtube agar dapat diapresiasi secara meluas dan tanpa batas. Pementasan juga dapat dilakukan dalam rangka merayakan atau memperingati hari atau momentum tertentu yang dianggap penting.
  6. Rekreasi.  Sebaiknya, Sekolah Sastra juga merancang rekreasi yang kreatif misalnya; rekreasi di sebuah wilayah dan menuliskan sejarah maupun situasi atau apapun yang disimak oleh anggota di daerah tujuan; boleh pemandangan alam, sejarah, seni budaya, dongeng, atau apapun yang berkenaan dengan daerah tujuan. Rekreasi dalam hal ini juga membiasakan anggota untuk menjelajahi dunia maya dan membangun interaksi dengan penggiat sastra di luar komunitasnya utnuk memperkaya pengalaman dan pengeahuannya di bidang sastra. 
  7. Menerbitkan Buku. Sekolah Sastra wajib mengupayakan penerbitan karya anggota dalam bentuk buku atau (Bulltin/Jurnal) baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Penerbiatan ini juga dimaksudkan agar anggota Sekolah sastra saling membantu dalam mengupayakan penerbitan/atau pemuatan karya di media massa.
Upaya-Upaya Penguatan Sekolah Sastra

  1. Sekolah Sastra sebaiknya sebisa mungkin mengupayakan diskusi-diskusi yang massif di bidang kesusasteraan dengan menghadirkan orang-orang yang berkompoten di bidang sastra selain anggota Sekolah sastra. 
  2. Sekolah Sastra sebaiknya mengunjungi atau mendatangi tokoh-tokoh tertentu di dalam masyarakatnya untuk melakukan silaturahmi atau interview yang berkenaan dengan sejarah, seni budaya, kearifan, atau hal-hal lain yang berkenaan dnegan penguatan pengetahuan masyarakatnya. 
  3. Sekolah Sastra sebaiknya di dalam melakukan kegiatan sastra (pementasan) sebaiknya mengundang tokoh tertentu, pejabat pemerintah/birokrat, politisi atau akademisi di daerah masing-masing. Jika memungkinakan, mereka juga diberikan kesempatan untuk tampil baik mempersembahkan karya maupun hanya sekedar sambutan saja. Sehingga secara tidak langsung, Sekolah sastra akan mendapatkan pengakuan bagi masyarakatnya.  
  4. Anggota Sekolah Sastra wajib mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, terutama dalam penggunaaan bahasa di ruang sosial seperti Twitter atau Facebook. Hal ini penting untuk membangun pencitraan bahwa anggota Sekolah sastra memiliki keseriusan di bidang Bahasa dan sastra. (menghindari dan menolak akunt Facebokk Twitter yang lebay dan alay) 
  5. Sekolah Sastra sebaiknya mengupayakan adanya sekretariat/tempat berkumpul sekaligus sebagai pusat perpustakaan bersama. 
  6. Dewan pendiri atau pengurus sebaiknya tidak segan-segan untuk melakukan tindakan pemecatan atau pemberhentian anggota yang dinilai melanggar kesepakatan bersama. 
  7. Sekolah Sastra sebaiknya memiliki Grup di Facebook atau Blog sebagai jendela antar personal maupun  komunitas dan pusat komunikasi bersama
Pengalaman Sekolah sastra Bulukumba

Sekolah Sastra Bulukumba dideklarasikan pada tahun 2012 di kota Bulukumba. Pada Angkatan pertama menerima lebih dari 30 orang calon anggota dan setelah kurang lebih 6 bulan, yang tersisa untuk dikukuhkan sebanyak 7 orang. 

Pada angkatan kedua diikuti oleh hampir 40 calon anggota dan yang berhasil dikukuhkan hanya 7 orang. Kini, Sekolah sastra Bulukumba berjumlah 14 orang anggota dan telah memiliki kemampuan bersastra yang cukup baik dan menjadi matahari yang bersinar di tengah masyarakatnya.
Pada tahun ini-2014, rencananya akan menerbitkan kumpulan tulisan, sekaligus sebagai buku pertama yang akan dibuat oleh Sekolah Sastra Bulukumba. Dan setelah itu barulah merencanakan perekrutan anggota untuk angkatan ke tiga.

Hampir semua anggota Sekolah sastra Bulukumba (SSB) mampu menulis dengan baik dan memiliki kesadaran sejarah dan kultural terhadap masyarakatnya (mendokumentasikan dengan tulisan “sastra lisan” yang ada di masyaakat). Selain itu, anggota SSB juga mampu melakukan setting pementasan kecil dan besar secara mandiri tanpa memberatkan pihak manapun atau pemerintah (boleh bekerja sama). 

Sekolah sastra Bulukumba kini menjadi salah satu dari sekian banyak komunitas yang cukup kuat dan diperhitungkan di Kota Bulukumba.

Penutup

Sekolah sastra adalah sekolah non formal yang diharapkan dapat melahirkan penggiat sastra yang tidak besar di dalam tempurung dan menjadi ruang untuk membicarakan nilai dan kebaikan secara bersama-sama untuk membentengi diri dari kebodohan massal. Semoga Allah Meridhai, amin.

Indonesia, 2014
Andhika Daeng Mammangka

Thursday, November 20, 2014

Sopir Pete-pete Se-Kab.Bulukumba demonstrasi

Dok : Zulengka Tangallilia
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan oleh presiden Jokowi selasa (17 Nov 2014) ini telah mendapat reaksi penolakan dari berbagai kalangan. diantaranya Mahasiswa, Buruh, dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Kenaikan sebesar Rp. 2.000,- ini pastinya akan berdampa besar terhadap roda prekonomian masyarakat Bulukumba. Siang ini (18 Nov 2014), puluhan Sopir Angkut Pete-pete sekabupaten Bulukumba melakukan aksi Demonstrasi di Jempatan Bijawang, Kab.Bulukumba.

" Kami masih akan melakukan aksi yang lebih besar besok, dan perwakilan kami saat ini telah menuju kantor DPRD Kab.Bulukumba untuk melakukan penyampaian sikap" ujar salah satu Sopir.

Aksi ini dilakukan untuk penyesuaian tarif Angkutan di Bulukumba. Kebijakan pemerintah Jokowi ini tentunya berdampak langsung terhadap biaya yang lebih mahal dikeluarkan bagi pengguna transportasi ini, khususnya bagi anak sekolah.

Wednesday, November 19, 2014

Dialog Publik Sekolah Sastra Bulukumba

Dok : Zulengka Tangallilia
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menjadi sorotan protes berbagai kalangan masyarakat di Indonesia terutama di Sulawesi-selatan.

Ratusan Mahasiswa dari berbagai Kampus di Makassar turun kejalan melakukan aksi penolakan yang berujung ricuh, pengerusakan, korban cedera fisik, bahkan jatunya korban jiwa.

Kebijakan pemerintah Jikowi-Jk inilah yang menjadi topik pembicaraan  selain tipik lainya seperti topij yang diangkat PMII Cab. Bulukumba tentang Pembangunan Jembatan Rauwwa Kassi, Bedah Rumah, dan lain-lain yang belum terselesaikan dan sarat akan adanya korupsi. 

Kegiatan yang dilakukan du Warkop Black, Kab. Bulukumba ini dihadiri oleh Ketua DPRD Kab. Bulukumba, Kapolres Bulukumba yang diwakili, Ketua KNPI Kab. Bulukumba, dan Ustads Satria.

Kegiatan yang dipelopori oleh sekolah sastra bulukumba ini diharapkan kedepanya dapat memberikan pemahaman pemuda tentang nilai-nilai kebangsaan yang menjadi topik malam ini.

Thursday, November 13, 2014

Sokola Rimba di Bulukumba

Ilustrasi
Sokola Rimba bentukan Butet Manurung telah ada di Bulukumba selama 7 Tahun. Sekolah nonvormal ini telah ada sejak 2007 dan bertempat di Kawasan Adat Ammatowa, Anak-anak masyarakat Ammatowa dimana tidak semua mandapat pendidikan. Ini semua terjadi karena Anak-anak Masyarakat adat Ammatowa biasanya membantu Orang tua mereka ketika waktu sekolah. Mereka perlu waktu khusus untuk belajar seperti pada malam hari.

"Kami mengajar mereka pada malam hari, ini karena biasanya pada Pagi hari, mereka membantu Orang Tua mereka di Ladang ataupun mengembala", Ujar Agung, Laki-laki gimbal yang menjadi pendidik di Kawasan Adat Ammatowa (13/11/0214) di Kedai Pojok.

Tentunya Selama ini, Sekolah Sastra Bulukumba yang ektensinya cukup di Kenal di Bulukumba dan Sulawesi Selatan berbanding terbalik dengan Sekolah Rimba yang sampai saat ini belum terekspos oleh masyarakat Bulukumba akan keberadaan mereka.

Wednesday, November 12, 2014

Sokolo Rimba melebarkan sayapnya sampai ke Bulukumba

Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik.


Sumber : Sekolah Pesisir Wordpress
Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih lagi di daerah berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.

Pria Gunawan, Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan hingga kini sebanyak 3,6 juta warga Indonesia masih buta aksara. Namun, menurut dia, angka tersebut sudah berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

"Terus menurun, dan secara nasional tinggal 4,53 persen atau sekitar 3,6 juta jiwa dengan kelompok usia 15-59 tahun," kata dia dalam acara Seminar Nasional "Keberaksaraan Masyarakat dalam Pusaran Pembangunan" di Universitas Jember (Unej), Kamis, 28 November 2013. 


Di Sulawesi-selatan Persentase Penduduk Buta Huruf menurut Kelompok Umur 15 tahun ketas pada tahun 2013 sebanyak 16,60 % dan pada Tahun 2013 sebanyak 9,84 % (Badan Pusat Statistik). Hal ini tentu saja sudah turun dari tahun sebelumnya. Meskipun sudah mulain turun ini masih harus menjadi tugas pemerintah untuk memberantas Buta Huruf. 

Di Bulukumba sendiri, meski pendidikan telah menyentuh pelosok-pelosok desa, akan tetapi efektifitasnya masih kurang, ini terbukti dengan masih tingginya Buta Huruf untuk masyarakat yang tinggal di tempat-tempat terpencil seperti di Kawasan Adat Ammatowa Kajang, dimana kehidupan  anak-anak usia sekolah tidak sama seperti anak-anak umunya, waktu mereka untuk sekolah biasa digunakan unutk membantu orang tua mereka Berkebun, Bertani, dan Mengembala, ini merupakan salah satu masalah pendidikan didaerah-daerah terpencil dan masih memegang teguh adat sitiadat mereka.

Mereka perlu pendidikan khusus mestinya. Mungkin inilah yang menarik Relawan dari Sokola Rimba (Sebutan untuk sekolah nonvormal ini) yang dibentuk oleh perempuan umur 42 tahun Butet Manurung ini telah meluangakan Waktu untuk mencerdaskan generasi Bangsa. 

Sokola Rimba ini sendiri ini membantu anak-anak yang tidak sekolah untuk mendapat Pendidikan yang lebih baik dengan mengajarkan mereka untuk membaca, menulis dan bahkan ikut kesetaraan pendidikan seperti mengikutsertakan mereka dalam Ujian Paket A, B, dan C.

Di Bulukumba sendiri tidak ketinggalan, Sokola Rimba ini ternyata telah ada sejak tahun 2007,  untuk membantu Pendidikan Masyarakat Adat Ammatowa. di Bulukumba, Sokola Rimba dimentori oleh Agung, Laki-laki berambut gimbal ini mengaku sudah hampir satu tahun membantu Anak-anak Masyarakat Adat Ammatowa. hal ini masih belum banyak diketahui masyarakat Bulukumba tentang adanya Sekolah non Formal yang bergerak dalam bidang Pendidikan.

Kedepannya, semoga pemerintahan Bulukumba memberikan perhatian lebih kepada  mereka yang meluangkan Waktunya unutk mencerdaskan Generasi Mudah.

Tuesday, November 11, 2014

Sekolah Sastra Menerima Santri Baru


Sekolah sastra Bulukumba (SSB) di tahun  keempat kali ini membuka Penerimaan Santri Baru (Sebutan untuk anggota), Kegiatan yang akan dilaksanakan di Bulukumba ini dihadiri oleh berbagai Penggiat Seni di Bulukumba. Sekolah nonformal ini merupakan wadah bagi pecinta Sastra. Kegiatan yang akan dilaksanakan pada Hari minggu, 23 November 2014 bertempat di Sekretariat Sekolah Sastra Bulukumba di jalan Muh. Hatta, No.27 C samping toko Eramedia Bulukumba. "Diharapkan kedepannya generasi muda khususnya di Bulukumba lebih gemar membaca" begitulah ucapan ketua SSB Ahmad Mutahir ( 11/11/2014) di Warkop Black.

Thursday, November 6, 2014

Seruan Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM

Pemerintahan Jokowi-JK seperti yang dirilis berbagai Media Nasional telah memastikan kenaikan Harga BBM akhir tahun 2014 ini . lagi lagi alasannya adalah bahwa susbsidi BBM teramat membebani APBN kita serta subsidi tersebut tidak tepat sasaran. Anggarannya akan dialihkan ke dalam sektor lain yang membutuhkan percepatan pembangunan, mulai dari infrastruktur hingga pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakat dan lain lain. 

Betulkah Kenaikan BBM ini adalah solusi untuk kesejahteraan Rakyat? Ichsanuddin Noorsy pakar ekonomi, dia berpendapat jika harga BBM subsidi dinaikkan Rp 1.000/liter saja maka inflasi akan naik 1,43%. Selain itu, laju presentase kemiskinan juga akan naik 0,41%. Artinya aka ada penambahan masyarakat miskin 1,5 hingga 1,6 juta jiwa jika naik Rp. 1.000/liter. Jadi, jika pemerintah menaikkan harga BBM Rp. 3.000/liter maka penambahan presentease masyarakat miskin menjadi 1, 23 % atau sekitar 4,5 sampai 4,8 juta jiwa masyarakat miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sekitar 11,25% dan jika kenaikan harga BBM ini dinaikkan aka ada 33,08 juta jiwa rakyat miskin.

Kalau begitu, betulkah kita memiliki alasan yang logis untuk tidak menolak kenaikan harga BBM jika faktanya seperti itu? Karena kenyataannya KAPITALIS akan semakin berjaya atas kenaikan harga BBM tsrsebut, karena isu BBM tidak hanya pada konteks bahan bakar minyak melainkan kita berbicara atas nasib rakyat pelaku usaha kecil kebawah yang akan langsung merasakan dampaknya. Kelas usaha ini kemudian akan kesulitan mendapatkan bahan produksi yang murah sebab pasar akan di kuasai oleh kapitalis kapitalis yng seenaknya menentukan harga. Lain lagi Kenaikan harga-harga barang, terutama kebutuhan pokok, menggerus daya beli rakyat. Upah buruh juga ikut tergerus. Seperti kenaikan BBM tahun 2013 lalu, daya beli kaum buruh tergerus hingga 30%. Kenaikan harga BBM membawa rentetan yang panjang: kenaikan ongkos ransportasi, kenaikan biaya sewa kontrakan, dan kenaikan biaya hidup. Program-program yang diberikan kepada pemerintah untuk mengatasi lonjakan kenaikan harga BBM seperti penambahan alokasi anggaran untuk pertanian, pembangunan, pendidikan, dan kesehatan bukanlah hal yang substansi.

Hari ini kita selalu mengamini bahwa Indonesia kaya energi. Masalahnya sumber-sumber energi kita dikuasai oleh asing: sekitar 85-90% ladang minyak kita dikuasai perusahaan asing, 90% produksi gas kita dikuasai oleh 6 perusahaan asing, dan sekitar 70% produksi batubara kita dikuasai asing sungguh ironis.

Jadi, jelaslah bila kebijakan kenaikan harga BBM adalah upaya mendorong kegiatan liberalisasi serta semakin memastikan Kapitalisme berjaya mendominasi bisnis ritel BBM di Indonesia. Alasan "mulia" dibalik kebijakan ini, seperti penghematan anggaran tampak tak lebih dari penyesatan belaka, karena APBN justru lebih terbebani oleh utang Negara. Olehnya itu kenaikan Harga BBM masih butuh pengkajian dan analisa yang mendalam, sebab persoalan Pokok negara kita adalah memastikan 100 persen kekayaaan indonesia digarap dan di manpaatkan utk kesejahteraan rakyat. 

Lewat tulisan ini kami KOMITE KONSOLIDASI RAKYAT BULUKUMBA mengajak kepada para Mahasiswa, Kaum Tani Nelayan. Marjinal Kota, Kaum yang hari ini kritis atas sikap kesewenangan, serta masyarakat Bulukumba yang hari ini masih Konsisten tsrhadap perjuangan perjuangan Nasib Rakyat kecil, dalam rangka merapatkan barisan, kita getarkan sekali saja tanah bumi panrita Seruan Aksi.

TOLAK KENAIKAN HARGA BBM

Pemerintahan Jokowi-JK seperti yang xirilis berbagai Media Nasional telah memastikan kenaikan Harga BBM akhir tahun 2014 ini . lagi lagi alasannya adalah bahwa susbsidi BBM teramat membebani APBN kita serta subsidi tersebut tidak tepat sasaran. Anggarannya akan dialihkan ke dalam sektor lain yang membutuhkan percepatan pembangunan, mulai dari infrastruktur hingga pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakat dan lain lain. 5

Betulkah Kenaikan BBM ini adalah solusi untuk kesejahteraan Rakyat? Ichsanuddin Noorsy pakar ekonomi, dia berpendapat jika harga BBM subsidi dinaikkan Rp 1.000/liter saja maka inflasi akan naik 1,43%. Selain itu, laju presentase kemiskinan juga akan naik 0,41%. Artinya aka ada penambahan masyarakat miskin 1,5 hingga 1,6 juta jiwa jika naik Rp. 1.000/liter. Jadi, jika pemerintah menaikkan harga BBM Rp. 3.000/liter maka penambahan presentease masyarakat miskin menjadi 1, 23 % atau sekitar 4,5 sampai 4,8 juta jiwa masyarakat miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sekitar 11,25% dan jika kenaikan harga BBM ini dinaikkan aka ada 33,08 juta jiwa rakyat miskin.

Kalau begitu, betulkah kita memiliki alasan yang logis utk tidak menolak kenaikan harga BBM jika faktnya zeperti itu? Karena kenyataannya KAPITALIS akan semakin berjaya atas kenaikan harga BBM tersebut, karena isu BBM tidak hanya pada konteks bahan bakar minyak melainkan kita berbicara atas nasib rakyat pelaku usaha kecil kebawah yang akan langsung merasakan dampaknya. Kelas usaha ini kemudian akan kesulitan mendapatkan bahan produksi yang murah sebab pasar akan di kuasai oleh kapitalis kapitalis yng seenaknya menentukan harga. Lain lag Kenaikan harga-harga barang, terutama kebutuhan pokok, menggerus daya beli rakyat. Upah buruh juga ikut tergerus. Seperti kenaikan BBM tahun 2013 lalu, daya beli kaum buruh tergerus hingga 30%. Kenaikan harga BBM membawa rentetan yang panjang: kenaikan ongkos ransportasi, kenaikan biaya sewa kontrakan, dan kenaikan biaya hidup. Program-program yang diberikan kepada pemerintah untuk mengatasi lonjakan kenaikan harga BBM seperti penambahan alokasi anggaran untuk pertanian, pembangunan, pendidikan, dan kesehatan bukanlah hal yang substansi.

Hari ini kita selalu mengamini bahwa Indonesia kaya energi. Masalahnya sumber-sumber energi kita dikuasai oleh asing: sekitar 85-90% ladang minyak kita dikuasai perusahaan asing, 90% produksi gas kita dikuasai oleh 6 perusahaan asing, dan sekitar 70% produksi batubara kita dikuasai asing sungguh ironis.

Jadi, jelaslah bila kebijakan kenaikan harga BBM adalah upaya mendorong kegiatan liberalisasi serta semakin memastikan Kapitalisme berjaya mendominasi bisnis ritel BBM di Indonesia. Alasan ‘mulia’ dibalik kebijakan ini, seperti penghematan anggaran tampak tak lebih dari penyesatan belaka, karena APBN justru lebih terbebani oleh utang Negara. Olehnya itu kenaikan Harga BBM masih butuh pengkajian Aerra analisa yang mendalam, sebab persoalan Pokok negara kita adalah memastikan 100 persen kekayaaan indonesia digarap dan di manpaatkan utk kesejahteraan rakyat. 

Lewat tulisan ini kami KOMITE KONSOLIDASI RAKYAT BULUKUMBA mengajak kepada para Mahasiswa, Kaum Tani Nelayan. Marjinal Kota, Kaum yang hari ini kritis atas sikap kesewenangan, serta masyarakat Bulukumba yang hari ini masih Konsisten tsrhadap perjuangan perjuangan Nasib Rakyat kecil, dalam rangka merapatkan barisan, kita getarkan sekali saja tanah bumi panrita lopi, sama sama kita dendangkan dan teriakkan orasi orasi politik penolakan Kenaikan Harga BBM.

Dengan semangat dn tujuan yang sama: 
1. Tolak kenIkan Harga BBM sebab akan menyensarakan rakyat kecil


Salam Juang......

Hormatku
Pimpinan KKRB bulukumba

Ditulis Oleh : Ari M Dirgantara

Penyair dan Teaterawan muda berambut gondrong kelahiran Bulukumba, 5 November 1984. Saat ini aktif di KKRB Bulukumba.

Ari M Dirgantara

Wednesday, November 5, 2014

Datuk ri Tiro


Makam Datuk Ri Tiro di Bonto Tiro
Datuk ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan serta Kerajaan Bima di Nusa Tenggara sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung serta Datuk ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah timur nusantara pada masa itu. 

Dakwah Islam

Datuk ri Tiro bersama dua saudaranya, Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang menyebarkan agama Islam di wilayah Sulawesi Selatan dengan menyesuaikan keahlian yang mereka miliki masing-masing dengan situasi dan kondisi masyarakat yang akan mereka hadapi. Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf melakukan syiar Islam di wilayah selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantera-mantera. Sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid telah lebih dulu menyiarkan Islam di wilayah utara yaitu Kerajaan Luwu (Suppa, Soppeng, Luwu) yang masyarakatnya masih menyembah dewa-dewa. Sementara itu Datuk ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di wilayah tengah yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo (Gowa, Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) yang masyarakatnya senang dengan perjudian, mabuk minuman keras serta menyabung ayam. Belakangan Datuk ri Tiro dan Datuk ri Bandang juga menyiarkan Islam ke Kerajaan Bima, Nusa Tenggara.

Wafat

Setelah beberapa lama melaksanakan dakwah Islam, akhirnya Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro berhasil mengajak raja Karaeng Tiro (Sulawesi Selatan) serta raja Bima (Nusa Tenggara) masuk Islam. Sang pendakwah itu tidak kembali lagi ke Minangkabau sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.

Sumber : 

  • PT Balai Pustaka, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Volume 3  
  • www.wisatanews.com Tradisi Hanta Ua Pua, Bentuk Penghormatan Atas Rasulullah dan Ulama  
  • Yayasan Obor Indonesia, Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII


ABDURRAHMAN AMBO DALLE ; Mahaguru Bugis, Perintis Departemen Agama

Abdurrahman Ambo Dalle
Kemundurun umat Islam Indonesia yang kita lihat dan alami saat ini, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh para pemimpin dan tokoh-tokoh Islam yang kurang memperhatikan metode pendidikan dan seni da’wah serta tidak menggunakan senjata berupa sumber daya manusia, dan da’wah sebagaimana seharusnya. Dengan kata lain, umat membutuhkan keteladanan dan ulama serta pemimpin bangsa.

Dalam bukunya yang berjudul Anregurutta Ambo Dalle ; Mahaguru dari Bumi Bugis, HM Nasruddin Anshory Ch mengungkapkan, sangat sedikit para pemimpin dan tokoh Islam saat ini yang mampu melakukan kerja keras dibidang pendidikan, menebarkan kasih sayang kepada segenap umat dengan jalan silaturahmi, serta berjihad dengan indah melalui jalan da’wah untuk mengajak masyarakat ke jalan benar, lurus, dan lempang sebagaimana yang telah dilakukan sosok Mahaguru dari Bumi Bugis bernama Abdurrahman Ambo Dalle. 

Keteladanan ini pula yang dilakukan Ambo Dalle dalam menebarkan Islam dan kasih sayang kepada umat Islam di Sulawesi Selatan, dan murid-muridnya. Penikmat trilogy Laskar Pelangi karya Andrea Hirata tentu masih ingat dengan apa yang dilakukan Lintang, seorang anak nelayan yang harus mengayuh sepeda sejauh 40 kilometer agar bisa menuntut ilmu di SMP Muhammadiyah, Belitong.

Seperti itulah yang dicoba dilakukan anregurutta Ambo Dalle ulama asal Sulawesi Selatan ini mengayuh sepedanya sejauh 35 kilometer demi mengajar murid-muridnya dan menemui umat untuk menyapaikan da’wah. Ambo Dalle mencoba menunjukkan kepada kita sebuah ketulusan dan keteladanan seorang pemimpin dalam mengayomi dan melayani rakyat. Masihkan ada pemimpin dan ulama sekaliber dan setulus Anregurutta Abdurrahman Ambo Dalle?

Anregurutta Abdurrahman Ambo Dalle dilahirkan dari keluarga bangsawan, pada tahun 1900 M. disebuah desa bernama Ujungnge kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo (sekitar 7 kilometer dari kota Sengkang). Ayahnya bernama Puang Ngati Daeng Patobo dan ibunya bernama Puang Candara Dewi.

Kedua orangtuanyalah yang member nama “Ambo Dalle”. Nama tersebut memiliki makna filosofis dalam lontara Bugis yang berarti Bapak yang memiliki rejeki yang berlimpah. Itulah harapan orang tuanya yang menginginkan anaknya agar kelak mendapat limpahan rejeki yang cukup. Alhamdulillah itu kemudian terwujud, beberapa tahun kemudian rejeki “ilmu pengetahuan dan akhlak yang luhur” yang ia peroleh dari sang Khalik dapat ia sumbangkan untuk perkembangan Islam dan kemajuan Bangsa dan Negara. Sementara nama “Abdurrahman” ia peroleh dari seorang ulama setempat bernama KH. Muhammad Ishak sejak ia berumur 7 tahun dan waktu itu ia juga sudah menghafal Al-Qur’an dengan fasih.

Menuntut Ilmu

Pada masa kecilnya, Ambo Dalle mempelajari ilmu agama dengan metode Sorogan (system monolog), yaitu guru yang membaca dan menjelaskan kitab, sementara murid mendengar dan menyimak penjelasan sang guru. Pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an ia peroleh dari bimbingan bibi serta kedua orang tuanya , terutama sang ibu. Agar lebih fasih membaca Al-Qur’an, Ambo Dalle belajar tajwid kepada kakeknya Puang Caco yang merupakan seorang imam Mesjid yang fasih membaca Al-Qur’an di Desa Ujungnge pada waktu itu.

Selama menuntut ilmu, Ambo Dalle tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti, Tajwid, Qiraah Sab’ah (Bacaan Tujuh), Nahwu, Sharaf, Tafsir, dan Fiqih saja. Tapi ia juga mengikuti sekolah yang dibentuk penjajah Belanda (Volk School) pada pagi hari serta kursus Bahasa Belanda pada sore harinya di HIS Sengkang. Malamnya ia gunakan belajar Agama.

Sementara itu, untuk memperluas cakrawala keilmuan, terutama wawasan modernitas dan post modernism, Ambo Dalle lalu berangkat meninggalkan tanah kelahirannya menuju kota Makassar untuk menjelajahi samudera makna. Di kita tersebut ia mendapatkan tentang cara mengajar dengan metodologi baru melalui Sekolah Guru yang diselenggarkan oleh Syarikat Islam (SI). Serikat Islam dipimpin oleh HOS Cokroaminoto membuka tirai kegelapan bagi wawasan dan wacana social, politik, dan kebangsaan  di seluruh  Tanah Air.

Ketika mengikuti sekolah guru di Makassar inilah, ia mulai menemukan kehidupan social yang lain dan jauh berbeda dari kehidupan social yang ada di tanah kelahirannya yang sepi. Makassar waktu itu telah menjadi sebuah kota yang memiliki posisi penting karena menjadi kota pelabuhan di kawasan Timur Indonesia. Ramai disinggahi oleh kapal-kapal besar dan perahu-perahu dari berbagai penjuru baik dari dalam Indonesia maupun pedagang dari luar Negara Indonesia. Dengan tujuan membawa dan menawarkan barang dan dagangannya untuk menutupi kebutuhan masyarakat Makassar dan sekitarnya waktu itu.

Ketika kembali ke Wajo, Ambo Dalle semakin matang secara intelektual, dengan membawa cita-cita untuk mencerdaskan Bangsa, khusus di tanah kelahirannya. Setibanya di Wajo, ia masih terus berbenah diri dengan ilmu pengetahuan Agama, iapun belajar kepada ulama-ulama asal Wajo yang merupakan Alumni Mekkah, seperti KH. Syamsuddin, KH. Muhammad As’ad dan Sayyid Ali Al-Ahdal. Masing-masing gurunya inilah bermaksud membuka pengajian dan pesantren di Kampung halaman mereka. Selain pendalaman agama secara spiritual (ritual agama) yang menjadi gairah hidupnya sehari-hari, kegiatan olahraga pun tidak ia abaikan. Karena olahraga yang paling ia gemari adalah sepak bola sehingga pada waktu ia digelari sebagai “Si Rusa” karena keahliannya memainkan bola, dan menggiringnya bak Pele sang legendaries bola dunia.

Merintis Pesantren

Salah seorang guru Ambo Dalle, yakni Anregurutta Puang Haji Sade, suatu ketika menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Ambo Dalle. Ternyata Ambo Dalle yang paling fasih menjawab pertanyaan yang dilontarkan Anregurutta As’ad tersebut. Sehingga berangkat dari sini kemudia ia diangkat menjadi asisten dan mulai meniti karir mengajar serta secara intens menekuni dunia pendidikan dan membuatnya peduli terhadap dunia pendidikan. Menurutnya bahwa hanya pendidikanlah yang mampu membuat manusia bertanggung jawab atas hidup dan kehidupannya, tanpa pendidikan manusia takkan tahu apa sebenarnya hidup dan kehidupan.

Berkat kerjasama antara guru dan muridnya inilah, pesantren tersebut bertambah maju. Selang beberapa waktu kemudian berita ini sampai ke telinga Raja Wajo (Arung Matoa Wajo) yang membuatnya bergegas melakukan kunjungan dan peninjauan langsung ke tempat pengajian yang dibina Anregurutta As’ad bersama muridnya Ambo Dalle. Dalam kunjungannya tersebut Arung Matoa Wajo meminta agar Anregurutta As’ad membuka sebuah Madrasah yang seluruh biayanya di tanggung Pemerintah setempat. Gayung pun bersambut, maka tak lama kemudian, dimulailah pembangunan Madrasah.

Madrasah yang dibangun tersebut menyelenggarakan jenjang pendidikan awaliyah (setingkat taman kanak-kanak), Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP), lembaga pendidikan ini diberi nama “Al-Madrasah Al-Arabiyah Al-Islamiyah (disingkat MAI) sengkang. Lambangnya diciptakan oleh Ambo Dalle dengan persetujuan Anregurutta As’ad dan beberapa ulama lainnya. Dalam waktu singkat popularitas MAI sengkang dengan system pendidikan Modern (Madrasah/Sekolah) menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah.

Selanjutnya atas izin sang guru, Ambo Dalle pindah dan mendirikan MAI di Mangkoso pada 29 Syawal 1356 H. bertepatan dengan 21 Desember 1938 M. sejak itulah ia mendapat kehormatan penuh dari masyarakat  dengan gelar  Gurutta Ambo Dalle. MAI Mangkoso ini kelak menjadi cikal bakal kelahiran organisasi pendidikan keagamaan bernama Darud Da’wah wal Irsyad (DDI).

Selang beberapa tahun kemudian, setelah Anregurutta As’ad meninggal dunia MAI Sengkang diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah. Perubahan nama tersebut sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Anregurutta As’ad selama membina dan menyebarkan Islam di Pelosok Sulawesi Selatan terkhusus di tanah Wajo.

Zaman Pendudukan Jepang

Namun, masalah mulai mengintai ketika Jepang masuk dan menancapkan kuku-kuku imperialis di bumi Sulawesi Selatan. Proses belajar mengajar mulai menghadapi banyak tantangan dan kesulitan karena pemerintah Jepang tidak mengizinkan pengajaran seperti yang dilakukan di Madrasah.
Untuk mengatasi masalah ini, Anregurutta Ambo Dalle tidak kehilangan siasat. Ia pun mengambil inisiatif pelajaran yang sebelumnya dilakukan di dalam kelas dipindahkan ke mesjid dan rumah-rumah para guru.

Kaca bagian pintu dan jendela mesjid dicat hitam agar malam hari cahaya lampu tidak tampak jelas ke luar. Setiap kelas dibagi dan diserahkan kepada seorang guru secara berkelompok dan mengambil tempat dimana saja asal dianggap aman dan bisa menampung semua anggota kelompok sewaktu-waktu, pada malam hari dilarang menggunakan lampu.

Bukannya sepi peminat, justru siasat yang dilakukan Anregurutta Ambo Dalle ini mengundang masyarakat sekitar untuk mendaftarkan anak-anak mereka belajar di madrasah yang dirilis Anregurrutta tersebut. Bahkan, cara yang yang ditempuhnya ini membuat madrasah tersebut luput dari pengawasan Jepang. (Berbagai Sumber ed:sya)

Membangun Benteng Tauhid

Setelah beberapa tahun memimpin MAI Mangkoso, Anregurutta Ambo Dalle dihadapkan pada kondisi bangsa Indonesia yang sedang dalam masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Gema perjuangan bergelora diseluruh pelosok tanah Air.

Melihat kondisi ini, Ambo Dalle terpanggil untuk membenahi system pendidikan yang nyaris terbengkalai. Ia sadar, selain bertempur melawan penjajah dengan senjata, ia juga harus berperang melawan kebodohan ditengah-tengah masyarakat. Sebab, kebodohanlah sebagai salah satu yang menyebabkan Indonesia terbelenggu dalam kolonialisme selama berabad-abad.

Namun, usaha yang dirintis Ambo Dalle ini sempat mengalami kendala ketika terjadi peristiwa Korban Empat Puluh Ribu (40 ribu) jiwa di Sulawesi Selatan. Tentara sekutu NICA dibawah komando Kapten Westerling mengadakan pembunuhan dan pembantaian terhadap rakyat Sulawesi Selatan. Yang dituduh sebagai Ekstremis.

Peristiwa tersebut membawa dampak bagi kegiatan MAI Mangkoso. Banyak santri yang diutus oleh Anregurutta Ambo Dalle untuk mengajar di cabang-cabang MAI di berbagai daerah, menjadi korban keganasan Kapten Westerling. Namun hal itu tidak membuat Ambo Dalle patah semangat untuk mengembangkan MAI Mangkoso yang juga merupakan bagian dari MAI Sengkang (AS’ADIYAH).

Bahkan, dalam situasi seperti itu, bersama beberapa ulama alumni MAI Sengkang, ia mengadakan pertemuan (Kongres Alim Ulama) se-Sulawesi Selatan di Watang Soppeng pada 16 Rabiul Awal 1366 H/7 Februari 1947 M. pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan, salah satu diantaranya adalah kesepakatan membentuk Organisasi yang diberi nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) yang bergerak dalam bidang Pendidikan, Da’wah, dan Sosial kemasyarakatan. Ambo Dalle sebagai Ketua Umum dan Anregurutta HM. Abduh Pabbaja sebagai Sekretaris Umum.

Meski Anregurutta Ambo Dalle sibuk dengan Organisasi dan Madrasah yang ia bina, ia juga tidak melalaikan kewajibannya sebagai warga Negara yang taat. Ia bersama KH. Fakih Usman dari departemen Agama (Kementerian Agama) pusat dipercayakan oleh pemerintah RI untuk membenahi dan membantu pembentikan Departemen Agama Sulawesi Selatan. Tugas itu dapat ia selesaikan dengan baik. Kepala Departemen Agama yang pertama diangkat di Sulawesi Selatan adalah KH. Syukri Gazali, sedangkan Ambo Dalle diangkat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Pare-Pare pada tahun 1954 M.

Meenurut Prof. KH. Ali Yafie, salah seorang santri Ambo Dalle, apa yang telah dilakukan oleh gurunya itu selama berpuluh-puluh tahun di bumi Bugis pada khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya adalah sebuah gerakan pembaharuan untuk memperkuat Tauhid. Dengan kata lain bahwa apa yang selama ini ia cita-citakan dalam mendirikan sebuah organisasi pendidikan, da’wah dan social kemasyarakatan tersebut sesungguhnya adalah bagian dari jihad, ijtihad dan mujahadah untuk membangun dan memperkuat “Budaya Tauhid” itu kemudian terbukti dalam sebuah karyanya yang berjudul “AlQaulul Shodiq”.

Keteguhan sikap Ambo Dalle tak lekang disetiap peristiwa dan pergolakan yang ia lalui dalam perjalan hidupnya. Ketika terjadi pemberontakan G.30 S/PKI, Ambo Dalle yang ketika itu berdomisili di Pare-Pare tak bergeming  dan tetap kukuh dengan prinsip dan keyakinannya. Pada waktu itu, dia berpesan kepada santrinya agar tetap berpegang teguh pada akidah Islam yang benar. Jangan terpengaruh dengan gejolak yang terjadi dalam masyarakat maupun dengan pengaruh-pengaruh imperailisme.

Karya-Karya

Sebagai seorang ulama. Ambo Dalle banyak mengupas berbagai persoalan yang menyangkut hamper semua cabang ilmu agama dalam karya-karya tulisnya. Diantaranya adalah tasawuf, Akidah, Syariah, Akhlak, Balaghah, dan Ilmu Mantik. Semua itu tercermin lewat karya-karya tulisnya yang berjumlah 25 judul buku.

Salah satu karya yang sangat monumental dan banyak peminatnya adalah “Al-Qaulu As-Shodiq fil Ma’rifati Al-Khalaqi” yang memaparkan perkataan yang benar dalam mengenali Allah Swt. Dan tata cara pengabdian terhadap-Nya. Menurutnya manusia hanya dapat mengenal hakikat pengabdian kepada Allah jika mereka mengenal hakikat tentang dirinya.

Untuk mengangungkan Allah, tiidak hanya berbekal akal logika, tapi juga harus melalui zikir yang benar sebagai perantara guna mencapai makrifat kepada Allah Swt. Meskipun, harus diakui bahwa logika harus dipergunakan untuk merenungi Alam semesta sebagai ciptaan Allah Swt. Dalam berzikir, harus dilakukan sesuai dengan dalil Naqli (Al-Qur’an dan Sunnah). Dilakukan dengan penuh kerendahan hati, istiqomah, dan tidak mudah goyah.

Pendirian dan sikap akidah tercermin dalam kitab Ar-Risalah Al-Bahiyyah fil Aqail Islamiyyah yang terdiri atas tiga Jilid keteguhan pendiriannya tentang sesuatu yang telah diyakini kebenarannya tergambar dalam kitabnya Maziyyah Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah.

Yang membahas bahawa Arab dan Ushul-ushul-nya tertulis dalam kitab Tanwirul Thalib, Tanwirut Thullab, dan Irsyadut Thullab. Ilmu balaghah (Sastra dan Paramasastra) di bahas dalam karyanya yang berjudul Ahsanul uslub wa siyaqah, Namuzasul Insya’I yang menerangkan kosakata dan cara penyusunan kalimat bahasa Arab. Kitab Sullamul Lughah menerangkan kosakata, percakapan, dan bacaan.

Beliau juga mengarang pedoman berdiskusi dalam bahasa Arab, yakni Kitab Miftahul Al-Muzakarah dan tentang Ilmu Mantik (logika) dalam Kitab Miftahul Fuhum fi al-Mi’yarif ulum. (dir)

Lahir                       : Desa UjungE, Tanasitolo, Wajo  1900 M
Wafat                      :  Makassar, 29 November 1996
  • Karir                       :  
    • Pendiri Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso 1939
    • Pendiri Darul Da’wah wal Irsyad (DDI) Februari 1947
    • Menteri Bidang Tarbiyah Islamiyah DI/TII 1950-an
    • Pendiri Universitas Islam DDI Pare-Pare 1968
    • Pendiri Ponpes Manahilil Ulum DDI Kaballangang, Pinrang 1977
  • Pendidikan :     
    • Volks School (SR Sengkang)
    • Holland Inlandsche School di Makassar
    • Sekolah Guru Partai Serikat Islam, Makassar
    • Darul Ulum Hasan Al-Mahdaliy, Wajo
    • Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang, Wajo yang didirikan Allamah As’ad.
Sumber :
  • MAJALAH AL-MARHAMAH (Depag Sulsel) ( Edisi : No. 151 Th. XII Februari 2010, hal. 37 s.d. 39 )
  • Selesai diketik ulang oleh MUH NURDIN ZAINAL Pada Hari/Tgl : Senin, 08 Maret 2010 Pukul 16.30 di Koperasi Callaccu Jl. H. A. Ninnong No. 8 Sengkang.