Wednesday, November 12, 2014

Sokolo Rimba melebarkan sayapnya sampai ke Bulukumba

Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik.


Sumber : Sekolah Pesisir Wordpress
Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih lagi di daerah berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.

Pria Gunawan, Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan hingga kini sebanyak 3,6 juta warga Indonesia masih buta aksara. Namun, menurut dia, angka tersebut sudah berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

"Terus menurun, dan secara nasional tinggal 4,53 persen atau sekitar 3,6 juta jiwa dengan kelompok usia 15-59 tahun," kata dia dalam acara Seminar Nasional "Keberaksaraan Masyarakat dalam Pusaran Pembangunan" di Universitas Jember (Unej), Kamis, 28 November 2013. 


Di Sulawesi-selatan Persentase Penduduk Buta Huruf menurut Kelompok Umur 15 tahun ketas pada tahun 2013 sebanyak 16,60 % dan pada Tahun 2013 sebanyak 9,84 % (Badan Pusat Statistik). Hal ini tentu saja sudah turun dari tahun sebelumnya. Meskipun sudah mulain turun ini masih harus menjadi tugas pemerintah untuk memberantas Buta Huruf. 

Di Bulukumba sendiri, meski pendidikan telah menyentuh pelosok-pelosok desa, akan tetapi efektifitasnya masih kurang, ini terbukti dengan masih tingginya Buta Huruf untuk masyarakat yang tinggal di tempat-tempat terpencil seperti di Kawasan Adat Ammatowa Kajang, dimana kehidupan  anak-anak usia sekolah tidak sama seperti anak-anak umunya, waktu mereka untuk sekolah biasa digunakan unutk membantu orang tua mereka Berkebun, Bertani, dan Mengembala, ini merupakan salah satu masalah pendidikan didaerah-daerah terpencil dan masih memegang teguh adat sitiadat mereka.

Mereka perlu pendidikan khusus mestinya. Mungkin inilah yang menarik Relawan dari Sokola Rimba (Sebutan untuk sekolah nonvormal ini) yang dibentuk oleh perempuan umur 42 tahun Butet Manurung ini telah meluangakan Waktu untuk mencerdaskan generasi Bangsa. 

Sokola Rimba ini sendiri ini membantu anak-anak yang tidak sekolah untuk mendapat Pendidikan yang lebih baik dengan mengajarkan mereka untuk membaca, menulis dan bahkan ikut kesetaraan pendidikan seperti mengikutsertakan mereka dalam Ujian Paket A, B, dan C.

Di Bulukumba sendiri tidak ketinggalan, Sokola Rimba ini ternyata telah ada sejak tahun 2007,  untuk membantu Pendidikan Masyarakat Adat Ammatowa. di Bulukumba, Sokola Rimba dimentori oleh Agung, Laki-laki berambut gimbal ini mengaku sudah hampir satu tahun membantu Anak-anak Masyarakat Adat Ammatowa. hal ini masih belum banyak diketahui masyarakat Bulukumba tentang adanya Sekolah non Formal yang bergerak dalam bidang Pendidikan.

Kedepannya, semoga pemerintahan Bulukumba memberikan perhatian lebih kepada  mereka yang meluangkan Waktunya unutk mencerdaskan Generasi Mudah.

0 comments:

Post a Comment