Friday, November 21, 2014

Dasar pemikiran Sekolah Sastra Bulukumba

Dasar Pemikiran
(Dok : Radio Cempaka Asri 102.5 FM)
Bahwa gerakan sastra (Lisan dan Tulisan) yang massif di masyarakat Indonesia dan dunia tidak boleh dibebankan kepada Lembaga Pendidikan Formal dan  Sastrawan saja.  Gerakan Sastra harus dilakukan secara massif dan mendekatkannya kepada masyarakat dengan cara membangun kelompok-kelompok pengapresiasi sastra secara luas. Kelompok tersebut harus menjadi benteng sekaligus sebagai wadah untuk penyaluran kemampuan bersastra bagi masyarakat, juru bicara atau penyampai nilai karya sastra, konektor antara masyarakat dan sastrawan, konektor antara satu penggiat sastra dan penggiat sastra lainnya di wilayah yang berbeda, sehingga terbangun komunikasi yang baik antar satu wilayah dengan wilayah lainnya yang berkenaan dengan kesusateraan.

Visi

Terbangun dan terbentuknya karakter pemerhati sastra dan masyarakat  secara luas yang menghargai wacana kesusasteraan di Indonesia dan dunia.
 
Misi

Mendorong masyarakat secara luas untuk mengapresiasi sastra dengan berbagai cara yang kreatif dan mewadahi penggiat sastra/penulis/sastrawan agar memiliki ruang untuk mengekspose dan mendiskuiskan karya mereka di dalam masyarakat baik dalam komunitas maupun secara meluas.

Teknis Pendirian

  1. Setiap wilayah atau komunitas bebas untuk mendirikan Sekolah Sastra dimanapun mereka berada, selama ada inisiator/inspirator/relawan untuk melakukan deklarasi, perekrutan dan sosialisasi lembaga Sekolah Sastra yang didirikannya, baik melalui media sosial, selebaran, dan kerja sama dengan media massa. 
  2. Setiap wilayah atau komunitas berhak menentukan namanya sendiri dengan mengikutkan nama Sekolah Sastra, misalnya; Sekolah Sastra Bulukumba, Sekolah sastra Al Gazali Makassar, Sekolah Sastra Majene Sulawesi Barat, Sekolah Sastra Pulau Bunyu Kalimantan Timur, dan sebagainya. 
  3. Setiap pendiri, bebas secara kreatif untuk mendirikan Sekolah Sastra mereka berdasarkan karakter masyarakat atau komunitas mereka, mengingat karakter setiap komunitas atau masyarakat sangatlah variatif. 
  4. Setiap Sekolah Sastra bebas untuk melakukan perekrutan anggota baru dengan caranya masing-masing berdasarkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Boleh perekrutan persemester ataupun pertahun. 
  5. Setiap Sekolah Sastra setidak-tidaknya memiliki Pendiri sekaligus Pembina, ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Departemen. Jumlah departemen disesuaikan dengan kebutuhan komunitas atau daerah masing-masing. Masa jabatan ketua dan jajarannya disesuaikan dengan hasil musyawarah internal. 
  6. Perekrutan anggota sebaiknya dilakukan secara meluas tanpa melihat usia, gender, profesi, atau fokus kajian keilmuan. Boleh dari jurusan apa saja.  
  7. Pengukuhan anggota sebaiknya dilakukan tidak terburu-buru akan tetapi dilajukan secara lambat dan lama, sambil melihat potensi-potensi calon anggota tetap di dalam mengikuti setiap perecanaan kegiatan yang diset oleh dean pendiri atau pembina.

Kegiatan Sekolah sastra

Kegiatan Sekolah Sastra tidak boleh membebani atau memberatkan pembina, pengurus atau anggota. Semuanya harus dilakukan secara sukarela dan berdasarkan kemampuan saja. Dan sebaiknya membuat jadwal yang rutin dan tidak membebani anggota.

Kurikulum dari Sekolah Sastra ini adalah Kegiatan Seni Sastra itu sendiri di antaranya;

  1. Membaca. Setiap anggota wajib membaca buku-buku sastra serius; Novel, Novelet, Roman, Essay, Cerpen, Puisi, Monolog (yang baik dan berkualitas/peraih nobel atau penghargaan lainnya) dan sebagainya sebagai wujud kecintaannya dengan sastra 
  2. Menonton. Setiap anggota wajib untuk menonton berbagai macam pertunjukan seni atau film-film berkualitas, umumnya diangkat dari novel-novel yang berkualitas (baiknya yang mendapat pengakuan internasional)
  3. Menulis. Setiap anggota wajib memilih salah satu jenis sastra yang digandrunginya dan lebih fokus berkarya di bidang itu tanpa meninggalkan jenis sastra lainnya. 
  4. Berdiskusi. Setiap anggota sebaiknya mendiskusikan film atau buku yang telah dibaca/diapresiasi atau mendiskusikan karya-karya mereka sendiri (anggota/bukan anggota)
  5. Pementasan. Anggota Sekolah Sastra wajib melakukan pementasan sastra baik dalam bentuk yang sangat sederhana maupun yang pementasan yang berskala besar dengan melibatkan penonton/apresiator dari berbagai latar belakang. Pementasan bagi Sekolah sastra boleh dilakukan dimana saja tanpa harus terikat dengan sedikit atau banyaknya penonton. Bahkan boleh dilakukan di ruang terbuka atau tertutup seperti halaman rumah, ruang tamu, kamar tidur atau dimanapun, dengan catatan melakukan pendokumentasian dan jika memungkinkan dapat melakukan upaya sosialisasi dalam bentuk video di situs youtube agar dapat diapresiasi secara meluas dan tanpa batas. Pementasan juga dapat dilakukan dalam rangka merayakan atau memperingati hari atau momentum tertentu yang dianggap penting.
  6. Rekreasi.  Sebaiknya, Sekolah Sastra juga merancang rekreasi yang kreatif misalnya; rekreasi di sebuah wilayah dan menuliskan sejarah maupun situasi atau apapun yang disimak oleh anggota di daerah tujuan; boleh pemandangan alam, sejarah, seni budaya, dongeng, atau apapun yang berkenaan dengan daerah tujuan. Rekreasi dalam hal ini juga membiasakan anggota untuk menjelajahi dunia maya dan membangun interaksi dengan penggiat sastra di luar komunitasnya utnuk memperkaya pengalaman dan pengeahuannya di bidang sastra. 
  7. Menerbitkan Buku. Sekolah Sastra wajib mengupayakan penerbitan karya anggota dalam bentuk buku atau (Bulltin/Jurnal) baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Penerbiatan ini juga dimaksudkan agar anggota Sekolah sastra saling membantu dalam mengupayakan penerbitan/atau pemuatan karya di media massa.
Upaya-Upaya Penguatan Sekolah Sastra

  1. Sekolah Sastra sebaiknya sebisa mungkin mengupayakan diskusi-diskusi yang massif di bidang kesusasteraan dengan menghadirkan orang-orang yang berkompoten di bidang sastra selain anggota Sekolah sastra. 
  2. Sekolah Sastra sebaiknya mengunjungi atau mendatangi tokoh-tokoh tertentu di dalam masyarakatnya untuk melakukan silaturahmi atau interview yang berkenaan dengan sejarah, seni budaya, kearifan, atau hal-hal lain yang berkenaan dnegan penguatan pengetahuan masyarakatnya. 
  3. Sekolah Sastra sebaiknya di dalam melakukan kegiatan sastra (pementasan) sebaiknya mengundang tokoh tertentu, pejabat pemerintah/birokrat, politisi atau akademisi di daerah masing-masing. Jika memungkinakan, mereka juga diberikan kesempatan untuk tampil baik mempersembahkan karya maupun hanya sekedar sambutan saja. Sehingga secara tidak langsung, Sekolah sastra akan mendapatkan pengakuan bagi masyarakatnya.  
  4. Anggota Sekolah Sastra wajib mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, terutama dalam penggunaaan bahasa di ruang sosial seperti Twitter atau Facebook. Hal ini penting untuk membangun pencitraan bahwa anggota Sekolah sastra memiliki keseriusan di bidang Bahasa dan sastra. (menghindari dan menolak akunt Facebokk Twitter yang lebay dan alay) 
  5. Sekolah Sastra sebaiknya mengupayakan adanya sekretariat/tempat berkumpul sekaligus sebagai pusat perpustakaan bersama. 
  6. Dewan pendiri atau pengurus sebaiknya tidak segan-segan untuk melakukan tindakan pemecatan atau pemberhentian anggota yang dinilai melanggar kesepakatan bersama. 
  7. Sekolah Sastra sebaiknya memiliki Grup di Facebook atau Blog sebagai jendela antar personal maupun  komunitas dan pusat komunikasi bersama
Pengalaman Sekolah sastra Bulukumba

Sekolah Sastra Bulukumba dideklarasikan pada tahun 2012 di kota Bulukumba. Pada Angkatan pertama menerima lebih dari 30 orang calon anggota dan setelah kurang lebih 6 bulan, yang tersisa untuk dikukuhkan sebanyak 7 orang. 

Pada angkatan kedua diikuti oleh hampir 40 calon anggota dan yang berhasil dikukuhkan hanya 7 orang. Kini, Sekolah sastra Bulukumba berjumlah 14 orang anggota dan telah memiliki kemampuan bersastra yang cukup baik dan menjadi matahari yang bersinar di tengah masyarakatnya.
Pada tahun ini-2014, rencananya akan menerbitkan kumpulan tulisan, sekaligus sebagai buku pertama yang akan dibuat oleh Sekolah Sastra Bulukumba. Dan setelah itu barulah merencanakan perekrutan anggota untuk angkatan ke tiga.

Hampir semua anggota Sekolah sastra Bulukumba (SSB) mampu menulis dengan baik dan memiliki kesadaran sejarah dan kultural terhadap masyarakatnya (mendokumentasikan dengan tulisan “sastra lisan” yang ada di masyaakat). Selain itu, anggota SSB juga mampu melakukan setting pementasan kecil dan besar secara mandiri tanpa memberatkan pihak manapun atau pemerintah (boleh bekerja sama). 

Sekolah sastra Bulukumba kini menjadi salah satu dari sekian banyak komunitas yang cukup kuat dan diperhitungkan di Kota Bulukumba.

Penutup

Sekolah sastra adalah sekolah non formal yang diharapkan dapat melahirkan penggiat sastra yang tidak besar di dalam tempurung dan menjadi ruang untuk membicarakan nilai dan kebaikan secara bersama-sama untuk membentengi diri dari kebodohan massal. Semoga Allah Meridhai, amin.

Indonesia, 2014
Andhika Daeng Mammangka

0 comments:

Post a Comment