Saturday, October 10, 2015

Hutan Jati

AKU ingat betul masa itu. Masa entah berapa musim yang lalu, Rerumputan diam mematung, Daun-daun kering berserakan, Pohon jati kering kerontang, Burung-burung berkicau, di ujung daun rerumputan terlihat jelas setetes embun pagi yang tepat didepan bola mataku, dekat batang kayu jati menjadi tempat yag sangat cocok untuk tubuhku menyatu degan tanah.

Penantianku tiga hari yang lalu terlampiaskan, riuh suara mobil dengan asap tebal membumbung yang berbaris berentetan bagai semut telah tiba tepat dibawahku. Aku mulai meghitung satu persatu mobil yag lewat dan segera berlari menuju bukit seberang tempat kami akan menghadang. dengan pelang, aku merayap mundur dengan pelang, semakin pelangnya burung-burug yang bertengger di atas ranting pohon tidak ketakutan terbang dan setelah merasa cukup jauh aku pun berlari menuruni bukit dan berenang ke sungai tepat di bawah jembatan dan berlari mendaki bukit melaporkan jumlah mobil yang telah terlihat. Saat itu, ada tiga truk dan satu lebih kecil daripada truk menggandeng meriang yang telah lewat, satu mobil truk dengan sepuluh orang duduk berjejer berhadapan, sedangkan mobil terdepan yang lebih kecil degan empat orang yang duduk dengan posisi yang sama.

Suara ledakan memecah keheningan hutan jati di pagi itu, rentetan letusan senjata meletus hingga tak terhitung, suara itu dari atas bukit mengarah ke bawah, Mobil truk yang semula melaju pelan langsung berhenti dan puluhan tentara yang diangkutnya berhamburan menjatuhkan diri mereka ka atas tanah dan menggulungkan tubuhnya ke hutan-hutan jati yang ada di sisi kirinya.

"Bidik tepat dikepala orang yang terakhir turun dari truk". Ucap komadan Sakka.

Setelah beberapa saat, tentara yang terakhir turun melompat menjatuhkan diri ke tanah dengan senjata yang lebih besar, senjata yang Ia bawalah yang menaajdi incaran kami, Senjata Bren yang memuntahkan puluhan peluru ini menjadi misi utama kami pagi ini, senjata ini memang sangat langkah, dari sekian Kompi yang kami sergap beberapa bulan yang lalu, kami hanya berhasil mendapatkan lima pucuk senjata. Sesaat kemudian Tentara yang berlari membalas tembakan kami, desing suara peluru terus berbunyi tepat diatas kepalaku, batang pohon jati berlubang dihantam ujung peluru.

Beberapa saat, suasan menjadi hening tanpa suara. keringat membasahi kepalaku semakin menjadi-jadi, setelah beberapa saat. Peglihatanku gelap, tubuhku dingin, aku semakin mengantuk dan tertidur tepat disebelah Pohon jati yang saat ini mulai besar dan besok pagi akan segera ditebang.

Oleh : Zulengka Tangallilia


0 comments:

Post a Comment