Saturday, October 10, 2015

Aku dan Lelaki Paruh Baya

PONDOK

Angin berhembus begitu kencang, ombak begitu riuh menghantam karang, cahaya rembulan entah kenapa malam ini lagi-lagi menghilang. Suara riuh menemaniku malam ini menatap pondok yang selalu membuatku kembali ketempat ini, tempat yang sama dalam waktu yang lama.

Pertemuanku pada pemilik pondok ini terjadi saat Ia memulai bercerita tentang misteri sebuah Gua, tempat yang menyimpang sejuta cerita masa lalu yang aku senangi, pertemuan inilah yang membuatku datang untuk sekian kalinya hingga sepuluh musim silang aku datang menghampiri pondok ini menemaniku menghapus rasa penasaran yang terus saja mendera. Yah, malam itu sama dengan malam ini, malam yang gelap gulita dan hanya deburan ombak dan angin yang bertiup kencang. Malam itu aku habiskan dengan cerita-cerita lampau yang penuh dengan misteri.

Pemilik pondok ini adalah lelaki paruh baya yang memiliki tubuh jangkung dan otot yang kekar. Ia mendapatkan otot itu karena setiap hari mendayung sampan ke tengah laut untuk memancing, Lelaki ini adalah seorang pelaut yang tinggal sendiri dipondoknya, pondok yang terletak di Sebuah kebun kelapa pinggir laut jauh dari pemukiman penduduk. Konon, lelaki ini memiliki pengetahuan yang banyak tentang tempat-tempat yang misterius yang ada disekitar Desa ini sekaligus menjadi Sanro di Gua yang banyak orang jadikan sebagai tempat mencari wangsit.

Malam itu aku lalui dengan bercerita banyak tentang tempat yang akan kami tuju. tuturnya, tempat ini merupakan tempat yang sangat angker, tempat banyak orang untuk meminta kekayaan sekaligus tempat seorang puteri separuh ular yang sangat cantik, yang dapat mengabulkan semua permintaan orang-orang yang datang, dan banyak dari mereka tidak pernah kembali atau menghilang secara misterius, Karena banyaknya orang yang telah hilang, warga desa tidak ada yang berani mendekat dan satu-satunya yang tahu betul dan sering kali datang ke Gua adalah Kakek paru bayah , tempat itu terletak disebuah pantai yang dikelilingi karang terjal dan rerimbun hutan, pantai itu berpasir putih dan masih sangat bersih, Katanya tempat itu kurang diketahui oleh orang banyak. Kalimat-kalimat inilah yang semakin membuat rasa penasaranku semakin memuncak dan tak tertahankan lagi untuk menjelajahinya.


HARI YANG DINANTIKAN

Bias cahaya mentari pagi membangunkanku, angin hilang entah kemana, sampah-sampah dan dahan-dahan pohon memenuhi pantai yang terbawa ombak semalam dan bertumpuk begitu saja. Akhirnya, pagi datang saatnya menelusuri tempat yang kami bicarakan semalam.

Perjalanan pun kami mulai, kami naik sampan untuk menuju ketempat. menurut Lelaki paruh baya itu, tempat yang akan kami tuju senarnya bisa dilalui jika air laut surut, cukup berjalan kaki dari Pondoknya dan melewati satu anjjungan karang, tapi air laut sedang pasang, jadi kami pun harus menggunkan sampan miliknya, jikalau lewat hutan pasti sangatlah merepotkan dan berbahaya kerena rerimbun pohon dan banyak ular yang mendiami celah-celah batu.

Perjalanan kami saat itu sangatlah indah dan membuatku bersemangat, aku yang terus menggayu penuh semangat akhirnya menemukan pantai yang kami tuju, dari kejauhan nampak noda hitam tepat ditengah-tengah pantai yang diapit batu karang, Lelaki Paruh Baya itu pun menunjukkan bahwa itulah tempat yang akan kami tuju, Gua yang membuatku bertanya-tanya. Perahu sampan kami giring ke pinggir Pantai, aku yang sangat bersemangat tidak merasakan betapa beratnya perahu sampan. Sebelum meninggalkan perahu Ia mengambil sesuatu yang terbungkus kain putih yang Ia telah persiapkan.

"mau diapakan itu kek ?"

"Ini adalah syarat kita untuk masuk ke Gua itu !" Jawabnya dengan singkat.

Sesaat kemudian, kami pun mulai masuk kedalam Gua, Perasaan takjub dan senyum menghiasi bibirku, tempat yang sangat luas dan asri dengan hiasan Stalagtit yang masih meneteskan titik-titik air terus berjatuhan menimpah pundakku, baju yang kukenakan pun basah, Romba yang kami bawa pun harus kami lindungi dari terpaan tetesan air yang terus menghujan, perjalanan menelusurinya pun harus berhati-hati karena bebatuan sangat licin, kamu terus menelusuri Gua dengan kilau bebatuan diterpa cahaya Romba. Perjalanan kami pun terhenti sesaat sesaat lelaki paruh baya itu menyalakan Pelita-pelita yang jumlahnya sangat banyak dan menyinari seluruh Gua, nampak Stalaktit yang besar dari atas, Tempat yang besar dan sunyi.


LELAKI PARUH BAYA

Lelaki paruh baya itu memiliki tiga orang anak, anak pertamanya meninggal dunia saat pergi melaut, sedangkan anak kedua dan ketiganya meninggal dunia karena sakit. Istrinya meninggal dunia karena penyakit yang sama dengan anak kedua dan ketiganya. Semula Ia bermukin di Desa sebelah, tapi setelah dicurigai memiliki ilmu hitam, Ia akhirnya diusir oleh warga dan bermukin di sebuah kebun kelapa Pinggir pantai milik salah satu kerabatnya. Dulunya ia adalah seorang pelaut ulung dan pemberani. Ia telah sampai ke negeri orang-orang yang berkulit putih berbadan tinggi dan besar.

Menurut warga sekitar, Ia adalah orang yang suka menyendiri dan misterius. Seluruh keluarganya telah meninggal dunia, tapi maqam mereka sampai saat ini tidak diketahui oleh mereka.


SUNYI MENDEKAP

Tiba-tiba hantaman benda yang sangat kencang menerpa pundakku, tubuhku seolah-olah mati rasa. telingaku berdengung, tubuhku kehilangan keseimbangan, pandanganku menjadi gelap, aku terjatuh tersungkur ke lantai Gua. Tubuhku tidak bisa aku gerakkan.

"Temani ibumu nak !, Kita kan selalu bersama, Ia telah lama menunggumu, begitupun adik-adikmu".

Suara itu tiba-tiba membangunkanku, perasaan takut menghampiriku. Saya terbaring dengan kedua kaki terpasung dan banyak tengkorak manusia berjejeran rapi di dinding Gua. Lelaki paruh baya itu ternyata yang telah memukul pundakku dengan kayu yang ia bungkus kain putih. Ia telah memasung kakikku dengan balok kayu dililit rantai saat aku tidak sadarkan diri.

"Kenapa kamu lakukan ini kek ?".

"Aku adalah Ambbemmu nak, kamu jangan lagi pergi melaut, ibu dan adik-adikmu selalu saja sakit setelah kamu tinggalkan, tinggallah disini menemani mereka". Ucapnya dengan mata menakutkan.

"Aku ini bukan anakmu, lepaskan aku !".

Ia kemudian meniup satu persatu pelita hingga padam dalam gua dan tak memperdulikan teriakan-teriakan dari mulutku, Ia berjalan keluar Gua meninggalkanku dalam kegelapan. Aku terus saja berteriak sekencang-kencangnya, entah berapa lama kuberteriak berharap seseorang mendengar dan melepaskan pasung itu, suaraku semakin parau, tubuhku dingin dan rasa haus sangat mendera, malam mendekap erat-erat hingga tubuhku semakin lama semakin tidak aku rasakan lagi.

Hingga saat ini, disetiap angin bertiup kencang, aku selalu saja datang menghampiri Pondok ini, Pondok tempat orang yang dapat melespaskan pasung dari kedua kakikku, membawaku dari tempat yang begitu gelap, gelap yang telah lama mendekapku.

*** Terima Kasih ***

Arti kata
1. Sanro : Dukun
2. romba : Sejenis pelita yang terbuat dari bambu yang diisi dengan minyak tanah dan sumbuhnya biasa terbuat dari sabuk kelapa atau kain.
3. Ambbemmu : Sebutan ayah (-mmu : Saya) dalam bahasa Bugis.

Terima Kasih


Bulukumba, 3 Dhul Qa'dah 1436 H / 17 Agustus 2015

0 comments:

Post a Comment