Saturday, October 10, 2015

INARI

Aku panggil Ia Inari, wanita yang datang pada suatu senja dari musim semi membawa setangkai bunga yang telah lama terlelap dalam dekapan dingin musim dingin. Ia datang dengan mata sayup dan bibir merah tipis. Pertemuanku dengannya terjadi empat musim semi yang lalu dengan seledang putih menari ditubuhnya digoda angin.

Aku adalah lelaki yang terlahir dengan sepi dan air mata. Tepat tangisan pertama, Ibuku mati karena dingin yang menusuk tubuhnya di sebuah gubuk ditengah hutan tepat pohon-pohon sakura menjatuhkan bunganya. Tangisan itulah yang membuat ayahku seorang pencari kayu bakar menemukanku dan menjadikan putranya, ayahku tinggal sendiri ditemani seekor anjing di pinggiran desa kaki Gunung Fuji dan beberapa musim lalu maninggal dunia.

Kehidupanku yang miskin membuat Gadis desa menjauh dariku, hari-hari aku lalu dengan bekerja mencari kayu bakar dan menukarnya dengan sekepal beras. Saat-saat Es mulai meleleh kumulai hariku masuk hutan mencari kayu bakar dan pada suatu saat ditengah hutan aku menemukan lapangan luas dengan satu batang pohon sakura dengan bunga yang kuncup. tiba-tiba aku dikejutkan dengan wanita yang datang membawa setangkai bunga dengan mata sayup dan bibir merah tipis dengan luka ditubuhnya dan terjatuh didepanku. Aku membawa pulang dan merawat lukanya, tepat sore hati ketiga Ia akhirnya terbangun dari tidurnya, Mulanya Ia diam tanpa kata dan hanya terus saja memandangiku depan perapian, tiba-tba ia bercerita jika keluarganya mati karena perampok yang menyerang desanya dan tidak memiliki tempat untuk pergi. Kami melalui hari-hari bersama, dan akhirnya menikah dan dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan.

Pada suatu saat, anjingku melahirkan dan tiap melihat istriku selalu saja menggonggong dan ingin menerkam.

"Suamiku, sebaiknya kamu buang saja anjing itu".
"Sayang, Aku tak mungkin membuang anjing itu, Ia adalah anjing yang selalu menjaga ayahku dulu begitupun aku".
"Baiklah, jikalau itu maumu, biarlah anjing itu tetap tinggal bersama kita".

Tiba-tiba, Anjing itu melompati istriku dan ingin menerkam, Istriku takut dan melompat menjadi Rubah dan terbang masuk hutan. Tubuhku tak mampu aku gerakkan, mulutku tak mampu berkata apa-apa, kejadian itu bagai tebasan Katana seorang samurai tepat pada leher lawannya. Hari demi hari aku lalui tanpanya, Musim semi hampir berakhir dan Ia tidak pernah kembali, kedua anakku selalu saja mencari ibunya yang selalu bernyayi tiap kali ingin tidur.

Pada suatu senja, Aku kembali kelapangan tempat tumbuh sebatang pohon Sakura, tempatku pertama kali bertemu dengannya.

"Wahai istriku, meski engkau adalah Seekor Rubah, engkau tetap Istri dan Ibu dari kedua anakku. Kembalilah. aku mencintaimu dan selalu menunggumu".

*** BERSAMBUNG ***

Oleh : Zulengka Tangallilia

Karena Janji, Aku menjadikan malam ini sahabat dan menulis untukmu.

Diadaptasi dari Cerita Jepan "KITSUNE"
Pukul 02:39 AM

Makassar, 10 Oktober 2015

0 comments:

Post a Comment