AKU ingat betul masa itu. Masa entah berapa musim yang lalu, Rerumputan
diam mematung, Daun-daun kering berserakan, Pohon jati kering kerontang,
Burung-burung berkicau, di ujung daun rerumputan terlihat jelas setetes embun
pagi yang tepat didepan bola mataku, dekat batang kayu jati menjadi tempat yag
sangat cocok untuk tubuhku menyatu degan tanah.

Suara ledakan memecah keheningan hutan jati di pagi itu, rentetan letusan
senjata meletus hingga tak terhitung, suara itu dari atas bukit mengarah ke
bawah, Mobil truk yang semula melaju pelan langsung berhenti dan puluhan
tentara yang diangkutnya berhamburan menjatuhkan diri mereka ka atas tanah dan
menggulungkan tubuhnya ke hutan-hutan jati yang ada di sisi kirinya.
"Bidik tepat dikepala orang yang terakhir turun dari truk". Ucap
komadan Sakka.
Setelah beberapa saat, tentara yang terakhir turun melompat menjatuhkan
diri ke tanah dengan senjata yang lebih besar, senjata yang Ia bawalah yang
menaajdi incaran kami, Senjata Bren yang memuntahkan puluhan peluru ini menjadi
misi utama kami pagi ini, senjata ini memang sangat langkah, dari sekian Kompi
yang kami sergap beberapa bulan yang lalu, kami hanya berhasil mendapatkan lima
pucuk senjata. Sesaat kemudian Tentara yang berlari membalas tembakan kami,
desing suara peluru terus berbunyi tepat diatas kepalaku, batang pohon jati
berlubang dihantam ujung peluru.
Beberapa saat, suasan menjadi hening tanpa suara. keringat membasahi kepalaku
semakin menjadi-jadi, setelah beberapa saat. Peglihatanku gelap, tubuhku
dingin, aku semakin mengantuk dan tertidur tepat disebelah Pohon jati yang saat
ini mulai besar dan besok pagi akan segera ditebang.
Oleh : Zulengka Tangallilia
0 comments:
Post a Comment