AKU ingat betul masa itu. Masa entah berapa musim yang lalu, Rerumputan
diam mematung, Daun-daun kering berserakan, Pohon jati kering kerontang,
Burung-burung berkicau, di ujung daun rerumputan terlihat jelas setetes embun
pagi yang tepat didepan bola mataku, dekat batang kayu jati menjadi tempat yag
sangat cocok untuk tubuhku menyatu degan tanah.
Penantianku tiga hari yang lalu terlampiaskan, riuh suara mobil dengan asap
tebal membumbung yang berbaris berentetan bagai semut telah tiba tepat
dibawahku. Aku mulai meghitung satu persatu mobil yag lewat dan segera berlari
menuju bukit seberang tempat kami akan menghadang. dengan pelang, aku merayap
mundur dengan pelang, semakin pelangnya burung-burug yang bertengger di atas
ranting pohon tidak ketakutan terbang dan setelah merasa cukup jauh aku pun
berlari menuruni bukit dan berenang ke sungai tepat di bawah jembatan dan
berlari mendaki bukit melaporkan jumlah mobil yang telah terlihat. Saat itu,
ada tiga truk dan satu lebih kecil daripada truk menggandeng meriang yang telah
lewat, satu mobil truk dengan sepuluh orang duduk berjejer berhadapan,
sedangkan mobil terdepan yang lebih kecil degan empat orang yang duduk dengan
posisi yang sama.
Suara ledakan memecah keheningan hutan jati di pagi itu, rentetan letusan
senjata meletus hingga tak terhitung, suara itu dari atas bukit mengarah ke
bawah, Mobil truk yang semula melaju pelan langsung berhenti dan puluhan
tentara yang diangkutnya berhamburan menjatuhkan diri mereka ka atas tanah dan
menggulungkan tubuhnya ke hutan-hutan jati yang ada di sisi kirinya.
"Bidik tepat dikepala orang yang terakhir turun dari truk". Ucap
komadan Sakka.
Setelah beberapa saat, tentara yang terakhir turun melompat menjatuhkan
diri ke tanah dengan senjata yang lebih besar, senjata yang Ia bawalah yang
menaajdi incaran kami, Senjata Bren yang memuntahkan puluhan peluru ini menjadi
misi utama kami pagi ini, senjata ini memang sangat langkah, dari sekian Kompi
yang kami sergap beberapa bulan yang lalu, kami hanya berhasil mendapatkan lima
pucuk senjata. Sesaat kemudian Tentara yang berlari membalas tembakan kami,
desing suara peluru terus berbunyi tepat diatas kepalaku, batang pohon jati
berlubang dihantam ujung peluru.
Beberapa saat, suasan menjadi hening tanpa suara. keringat membasahi kepalaku
semakin menjadi-jadi, setelah beberapa saat. Peglihatanku gelap, tubuhku
dingin, aku semakin mengantuk dan tertidur tepat disebelah Pohon jati yang saat
ini mulai besar dan besok pagi akan segera ditebang.
Oleh : Zulengka Tangallilia
0 comments:
Post a Comment