PONDOK
Angin berhembus begitu kencang, ombak begitu riuh menghantam
karang, cahaya rembulan entah kenapa malam ini lagi-lagi menghilang. Suara riuh
menemaniku malam ini menatap pondok yang selalu membuatku kembali ketempat ini,
tempat yang sama dalam waktu yang lama.
Pertemuanku pada pemilik pondok ini terjadi saat Ia memulai
bercerita tentang misteri sebuah Gua, tempat yang menyimpang sejuta cerita masa
lalu yang aku senangi, pertemuan inilah yang membuatku datang untuk sekian
kalinya hingga sepuluh musim silang aku datang menghampiri pondok ini
menemaniku menghapus rasa penasaran yang terus saja mendera. Yah, malam itu
sama dengan malam ini, malam yang gelap gulita dan hanya deburan ombak dan
angin yang bertiup kencang. Malam itu aku habiskan dengan cerita-cerita lampau
yang penuh dengan misteri.
Pemilik pondok ini adalah lelaki paruh baya yang memiliki
tubuh jangkung dan otot yang kekar. Ia mendapatkan otot itu karena setiap hari
mendayung sampan ke tengah laut untuk memancing, Lelaki ini adalah seorang
pelaut yang tinggal sendiri dipondoknya, pondok yang terletak di Sebuah kebun
kelapa pinggir laut jauh dari pemukiman penduduk. Konon, lelaki ini memiliki
pengetahuan yang banyak tentang tempat-tempat yang misterius yang ada disekitar
Desa ini sekaligus menjadi Sanro di Gua yang banyak orang jadikan sebagai
tempat mencari wangsit.
Malam itu aku lalui dengan bercerita banyak tentang tempat
yang akan kami tuju. tuturnya, tempat ini merupakan tempat yang sangat angker,
tempat banyak orang untuk meminta kekayaan sekaligus tempat seorang puteri
separuh ular yang sangat cantik, yang dapat mengabulkan semua permintaan
orang-orang yang datang, dan banyak dari mereka tidak pernah kembali atau
menghilang secara misterius, Karena banyaknya orang yang telah hilang, warga
desa tidak ada yang berani mendekat dan satu-satunya yang tahu betul dan sering
kali datang ke Gua adalah Kakek paru bayah , tempat itu terletak disebuah
pantai yang dikelilingi karang terjal dan rerimbun hutan, pantai itu berpasir
putih dan masih sangat bersih, Katanya tempat itu kurang diketahui oleh orang
banyak. Kalimat-kalimat inilah yang semakin membuat rasa penasaranku semakin
memuncak dan tak tertahankan lagi untuk menjelajahinya.
HARI YANG DINANTIKAN
Bias cahaya mentari pagi membangunkanku, angin hilang entah
kemana, sampah-sampah dan dahan-dahan pohon memenuhi pantai yang terbawa ombak
semalam dan bertumpuk begitu saja. Akhirnya, pagi datang saatnya menelusuri
tempat yang kami bicarakan semalam.
Perjalanan pun kami mulai, kami naik sampan untuk menuju
ketempat. menurut Lelaki paruh baya itu, tempat yang akan kami tuju senarnya
bisa dilalui jika air laut surut, cukup berjalan kaki dari Pondoknya dan
melewati satu anjjungan karang, tapi air laut sedang pasang, jadi kami pun
harus menggunkan sampan miliknya, jikalau lewat hutan pasti sangatlah
merepotkan dan berbahaya kerena rerimbun pohon dan banyak ular yang mendiami
celah-celah batu.
Perjalanan kami saat itu sangatlah indah dan membuatku
bersemangat, aku yang terus menggayu penuh semangat akhirnya menemukan pantai
yang kami tuju, dari kejauhan nampak noda hitam tepat ditengah-tengah pantai
yang diapit batu karang, Lelaki Paruh Baya itu pun menunjukkan bahwa itulah
tempat yang akan kami tuju, Gua yang membuatku bertanya-tanya. Perahu sampan
kami giring ke pinggir Pantai, aku yang sangat bersemangat tidak merasakan
betapa beratnya perahu sampan. Sebelum meninggalkan perahu Ia mengambil sesuatu
yang terbungkus kain putih yang Ia telah persiapkan.
"mau diapakan itu kek ?"
"Ini adalah syarat kita untuk masuk ke Gua itu !"
Jawabnya dengan singkat.
Sesaat kemudian, kami pun mulai masuk kedalam Gua, Perasaan
takjub dan senyum menghiasi bibirku, tempat yang sangat luas dan asri dengan
hiasan Stalagtit yang masih meneteskan titik-titik air terus berjatuhan
menimpah pundakku, baju yang kukenakan pun basah, Romba yang kami bawa pun
harus kami lindungi dari terpaan tetesan air yang terus menghujan, perjalanan
menelusurinya pun harus berhati-hati karena bebatuan sangat licin, kamu terus
menelusuri Gua dengan kilau bebatuan diterpa cahaya Romba. Perjalanan kami pun
terhenti sesaat sesaat lelaki paruh baya itu menyalakan Pelita-pelita yang
jumlahnya sangat banyak dan menyinari seluruh Gua, nampak Stalaktit yang besar
dari atas, Tempat yang besar dan sunyi.
LELAKI PARUH BAYA
Lelaki paruh baya itu memiliki tiga orang anak, anak
pertamanya meninggal dunia saat pergi melaut, sedangkan anak kedua dan
ketiganya meninggal dunia karena sakit. Istrinya meninggal dunia karena
penyakit yang sama dengan anak kedua dan ketiganya. Semula Ia bermukin di Desa
sebelah, tapi setelah dicurigai memiliki ilmu hitam, Ia akhirnya diusir oleh
warga dan bermukin di sebuah kebun kelapa Pinggir pantai milik salah satu
kerabatnya. Dulunya ia adalah seorang pelaut ulung dan pemberani. Ia telah
sampai ke negeri orang-orang yang berkulit putih berbadan tinggi dan besar.
Menurut warga sekitar, Ia adalah orang yang suka menyendiri
dan misterius. Seluruh keluarganya telah meninggal dunia, tapi maqam mereka
sampai saat ini tidak diketahui oleh mereka.
SUNYI MENDEKAP
Tiba-tiba hantaman benda yang sangat kencang menerpa
pundakku, tubuhku seolah-olah mati rasa. telingaku berdengung, tubuhku
kehilangan keseimbangan, pandanganku menjadi gelap, aku terjatuh tersungkur ke
lantai Gua. Tubuhku tidak bisa aku gerakkan.
"Temani ibumu nak !, Kita kan selalu bersama, Ia telah
lama menunggumu, begitupun adik-adikmu".
Suara itu tiba-tiba membangunkanku, perasaan takut
menghampiriku. Saya terbaring dengan kedua kaki terpasung dan banyak tengkorak
manusia berjejeran rapi di dinding Gua. Lelaki paruh baya itu ternyata yang
telah memukul pundakku dengan kayu yang ia bungkus kain putih. Ia telah
memasung kakikku dengan balok kayu dililit rantai saat aku tidak sadarkan diri.
"Kenapa kamu lakukan ini kek ?".
"Aku adalah Ambbemmu nak, kamu jangan lagi pergi
melaut, ibu dan adik-adikmu selalu saja sakit setelah kamu tinggalkan,
tinggallah disini menemani mereka". Ucapnya dengan mata menakutkan.
"Aku ini bukan anakmu, lepaskan aku !".
Ia kemudian meniup satu persatu pelita hingga padam dalam
gua dan tak memperdulikan teriakan-teriakan dari mulutku, Ia berjalan keluar
Gua meninggalkanku dalam kegelapan. Aku terus saja berteriak
sekencang-kencangnya, entah berapa lama kuberteriak berharap seseorang
mendengar dan melepaskan pasung itu, suaraku semakin parau, tubuhku dingin dan
rasa haus sangat mendera, malam mendekap erat-erat hingga tubuhku semakin lama
semakin tidak aku rasakan lagi.
Hingga saat ini, disetiap angin bertiup kencang, aku selalu
saja datang menghampiri Pondok ini, Pondok tempat orang yang dapat melespaskan
pasung dari kedua kakikku, membawaku dari tempat yang begitu gelap, gelap yang
telah lama mendekapku.
*** Terima Kasih ***
Arti kata
1. Sanro : Dukun
2. romba : Sejenis pelita yang terbuat dari bambu yang diisi
dengan minyak tanah dan sumbuhnya biasa terbuat dari sabuk kelapa atau kain.
3. Ambbemmu : Sebutan ayah (-mmu : Saya) dalam bahasa Bugis.
Terima Kasih
Bulukumba, 3 Dhul Qa'dah 1436 H / 17 Agustus 2015
0 comments:
Post a Comment