Tanjung Bira

Tanjung Bira, Kab. Bulukumba, Prov. Sulawesi-Selatan, Indonesia.

Sanggar Seni Panrita

STIKES Panrita Husada Bulukumba

Sekolah Sastra Bulukumba

Sekolahnya Penulis Bulukumba

Lopi Phinisi

Melanglang buana menerjang ombak mengarungi samudera

Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Hidup Selaras dengan Alam sebagai Kosmologi Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Thursday, December 31, 2015

Selamat tahun baru 2016 M

Menanti tahun baru 2016
Semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah oleh Tuhan yang maha esa untuk tetap menikmati hangatnya mentari pagi, Indahnya senja di bibir pantai, Menikmati kilau Pamor polobessi, melihatmu tersenyum, dan yang paling penting seluruh orang-orang disekitar kita tetap sehat selalu.

Bulukumba
19 Rabi-al Awaal 1437 H.

Topada salamaki.

Saturday, December 26, 2015

Petani kembali ketanah

BULAN DESEMBER
(Petani kembali ketanah)
*****
Menyeruput kopi dalam gelas kaca
Pahitnya menguasai lidah
Kata-kata para penguasa
Semakin hari semakin meraja

Gadis desa lupa baju kebaya
Rok mini paha berbahaya
Lelaki siapa yang tidak gila akan bahaya
Buah bergantungan didada
Lebih murah dari kain kebaya

Petani hanya tahu mengangkat cangkul dan membusung dada
Menatap matahari sambil tertawa
Menangis tiada guna
Anaknya kuliah dikota
Berteriak atas nama bapaknya
Setelah sarjana pulang dari kota
Pelajaran ditahu semua
Menipu sana sini lupa kerja

Petani menanti senja
Pulang kerumah dengan senyum semringah
Besok kerja, Besok kerja
Besok kembali ketanah

Bulukumba, 23 Desember

Monday, November 16, 2015

40.000 Westerling Terkapar oleh Mahrus Andis

Kebenaran adalah sebuah peradaban
titipan tuhan
dalam lingkaran kesadaran


Kebenaran kesejarahan
adalah lembaran kemunafikan
bagi siapa yang melupakan


Maka ketika kita bertemu di sini
ketuklah kembali hati nurani
dan pandanglah lintasan masa lalu


Di sana
langit hitam Sulawesi-Selatan
berkabut kepedihan
bumi yang pucat
menampung luka anak negeri


Di sana
di perut gunung bawakaraeng
di lubuk sungai Jeneberang
terpendam mutiara kesetiaan yang selalu berzikir dengan tulus
dan melantunkan doa-doa kemerdekaan


Maka kenanglah
Andi Mappanyukki Raja Bone
Andi Jemma Datu Luwu
Andi Abdullah Bau masseppe Datu Suppa
Andi Sulthan Daeng Raja Karaeng Gantarang
Andi Mannappiang Karaeng Bantaeng
Mattewakkang Karaeng Binamu
Pajonga Daeng Ngalle Karaeng Polongbangkeng
Andi Ninnong Matowa Wajo
bahkan juga manik-manik sejarah yang lain
termasuk I Salengke To Maggauka Rielle Bicara
lantas ketika kita bertemu di sini
kepedihan apa lagi yang mesti kita lukiskan
jika seorang bocah kampung
menyaksikan sendiri
bagaimana gemuruh senapan mesin
meluluhlantakkan keluarganya
dan otak ibu bapaknya terburai dalam genangan darah ?
kita boleh menangis


Tapi untuk siapakah butiran airmata itu ?
jika di alam kemerdekaan ini
kita begitu akrab
berpelukan dengan Westerling ?
Saudaraku se Indonesia !
kapten Raymond Paul Pierre Westerling
pemimpin Corps Spesiale Troepen
pasukan Baret Merah bentukan Belanda
sebuah sosok manusia berwajah malaikat
tapi hatinya sekeras pilar beton itu
alangkah perkasa berdiri tegar
bagaikan gunung Lompobattang
menyeburkan debu keangkuhan
sambil berbisik ditelinga kita :
God Verdome's !
Anjing-anjing pemberontak mau merdeka !?


Lalu sekejap orang kampung dihalau
meninggalkan rumah
dan mengawasi mereka
menggali kuburannya sendiri


Asap mesiu mengepul di langit malam
nyawa menggelepar menuju Arasy
tanah lapang yang luas
menjadi lautan darah
bumi warisan leluhur
menampung beribu-ribu bangkai anak negeri
yang sampai detik ini
arwah mereka belum pernah paham
"Mengapa kemiskinan hidup ini
harus berakhir di mulut bayonet
dengan dalih konstitusi
undang-undang keadaan bahaya ?"


Saudara !
Empat puluh ribu jiwa
tanpa kain kafan
tanpa do'a keluarga dan wangi kemenyan
telah berangkat ke hadirat pencipta
membawa sisa-sisa kepedihan
sebagai bukti kesaksian


Sementara
kapten algojo Westerling
dengan gagah perkasa
bagai kuda jantan dari Sinjaiberdiri tegar di puncak Bangkeng Buki'
tanpa dosa
tanpa penyesalan
kemudian berbisik:
"Akan kuhabiskan semua
agar seluruh kampung
tidak lagi melahirkan keturunan pemberontak"


Empat puluh ribu jiwa saudara kita
telah tuntas mewakili lembaran sejarah
mungkin diantara mereka
ada suami, istri dan anak-anak kita
terkubur tanpa kata-kata


Atau barangkali
Lelaki Kassa Daeng Jarre dari Jongaya
Daengta I Jumakka dari Galesong
Atau Bania Binti Saguni dari Suppa
Ambe Tongkealu dari Tinumbung
Jamarro Puangna Timang dari Cakke
Atau mungkin
Kulau Petta Cinnong dari Patimpeng
Kalimbu Ambo'na Isogo dari Manipi


bahkan siapa tahu
Palampa Sangkala Dongi dari Malewang
terkubur bersama mereka ?
Jika memang begitu
apa arti pengorbanan
tanpa kita ikhlaskan
Yakinkan Bahwa mereka
telah hidup damai di sisi Tuhannya


Tetapi yang satu ?
lelaki baja berhati pelatina
manajer pembantaian orang kecil tak berdosa
Westerling Mandor Besar si Tukang Jagal
jangan biarkan gentayangan
menyusup ke lorong-lorong waktu
menunggu peluang
untuk membantai hati nurani


Westerling telah bangkit kembali
menguasai pasar kehidupan
di dunia politik
Westerling mencabik-cabik idiologi kebangsaan
meniupkan seruling pertikaian
dan melumuri bendera kebersamaan
dengan lumpur pengkotak-kotakan


Di dalam transaksi perdagangan
Westerling menodongkan senjata kredit lunak
kemudian menyicil tulang sumsum kita
dari tahun ke tahun
dengan bonus pujian
dalam bentuk sertifikat :
Penghargaan atas loyalitas utang piutang


Westerling telah menjelma
menjadi urat nadi kebudayaan
mengajarkan ilmu silat lidah
dan teori pemberontakan
bagi pelajar dan mahasiswa

Atas nama jihad di jalan Tuhan
Westerling bergerilya di belantara keagamaan
dengan fasih melantunkan ayat-ayat khilafiah
menebar kebencian di tengah ummat
memutuskan sendi-sendi persaudaraan
dan membangun firkah-firkah perpecahan

Westerling
wajah beku yang pernah kita kenal
telah meleleh ke dalam hati
menumpuk jadi besi karat
dan menyambut
kisi-kisi kearifan manusia

Saudara-saudaraku !
Hari ini
ketika kita bertemu disini
jangan sia-siakan pengorbanan
arahkan senjata hati nurani
bidik sasaran kemungkaran
tarik pelatuk keadilan
dan...tembak !
dor ...!
dor ...!
dor ...!
maka kita yakinkan
empat puluh ribu jiwa Westerling
terkapar
dalam hati.


Karya : Mahrus Andis / Sastrawan Bulukumba
Bulukumba 11 Desember 2005


Saturday, October 10, 2015

Mengangkang

Puisi ini kupersembahkan kepada sahabatku yang jauh di sana. Terima kasih, Sepi dan Air mata yang engkau ceritakan kini menimpaku pula.

Mengangkang
*****

Duduklah kawan
dengan segelas kopi dan aduk dengan pelan
dan saksikan mereka terbang dengan angan
yang semakin dalam

Tertawalah kawan sampai melayang
Mereka adalah pemikir
Mereka adalah pekerja
Mereka adalah Pemimpin
dan itu Mereka.

Nikmatiah kopi itu kawan
dengan pahit yang melawang
membuatmu mengangkan dan semakin terangsang

Jangan terlelap kawan
mereka akan datang
membawa senyuman
dan bingkisan

itu sudah cukup kawan
buat makan sebulan
melawan kelaparan
dan kemarau panjang

Jangan lupa kawan
mereka adalah teman
dengan banyak harapan
beberapa tahun ke depan

Tapi !.

Jangan larut kawan
mereka perangsang
membuatmu melanglang
terbang melayang

jatuh terpanggang


Makassar, 18 September 2015
Oleh : Zulengka Tangallilia

Tuesday, December 23, 2014

Ibu...

IBU...

Puisi ini kutujukan untuk Ibu

Yang terlelap dalam dekapan malam
---------------------
22 desember hari Ibu
9 Bulan Ibu mengandung
2 tahun Ibu menyusui
22 tahun Ibu memberi Aku kasih dan sayang

Mungkin ini hanyalah angka-angka

Yang terbilang atas perjuanganmu
22 desember kini telah tiba

Mengulang 264 bulan
Yang berlalu dan terlupakan
280 hari engkau memeluk aku dalam perutmu
2 tahun engkau menyuap aku dengan tetes susumu
Dan tak terhitung lagi...


Bulan, hari, jam, menit, bahkan detik engkau memberi aku senyuman
Malam ini...
Aku ingin membalas senyummu

Tapi engkau telah terlelap dalam dekapan malam

Aku masih ingat
Disaat engkaubMenyuapi aku bulir-bulir nasi

Memeluk aku dengan kehangatan kulitmu
Menghibur aku ketika meneteskan air mata
Mencuci baju, Memasak makanan, Hingga memandikan Aku
Ibu mengantar Aku kesekolah menjejaki jalan, sebelum masuk kelas.

Engkau tak lupa mengelus kepalaku dengan penuh kasih dan sayang. 
Satu kata yang tak pernah Aku lupakan 
"Belajar yang baik Nak."

Pulang sekolah, Kita berbicara berdua tentang apa saja di tetas rumah ditemani semilir angin dan goyangan bunga-bunga yang berbaris rapi yang engkau susun rapi

Ibu dengan sabar mendengar setiap kata-kata yang keluar dari mulut Aku
Aku pernah membentak engaku,


Tapi engkau hanya tersenyum dan memberiku nasihat yang penuh kasih, 
Engkau tak pernah dendam dengan Aku, engkau tetap saja membuatkan teh ketika pagi.

"Aku sudah kenyang nak, makanlah...
Tidurlah nak, biarlah Ibu menjagamu malam ini...
Ini uang nak, Ibu masih punya uang." 
Itu semua untuk Aku

"Aku tidak berharap uangmu nak, Cukup senyunmu saja Ibu sudah bahagia"

Kata Ibu dimalam itu
Dikala hujan turun
Dan terbaring di penghujum malam...

Zulengka Tangallilia
Katangka, 22 Desember 2014



Thursday, October 16, 2014

Sajak-Sajak MALEWA Aku Akan Mengajakmu Kemana Saja Untuk B


( Ilustrasi )
musim kering ini
aku menunjungi jejeran bukit kapur di negerimu tanpa kau ketahui
aku menyelinap di sebuah malam tanpa cahaya
nyala cinta di hatiku, aku jadikan penerang arah
menerobos hutan-hutan gersang yang tipis
mengendap bagai saat aku datang mencuri hatimu
di musim hening silam

di bukit kapur itu
aku menulis namamu dan namaku
aku ingin di sebuah hari yang entah kapan
aku akan mengajakmu datang kesana menebalkan kembali tulisan itu
sebab, jika tidak, lumut, dan debu akan mentupnya tanpa bekas
namaku dan namamu, akan hilang tanpa tanda-tanda di dalam ingatan

di bukit kapur itu
aku menulis seluruh impian yang tertunda
impian yang tiada pernah pupus dan terus tertagih di dalam jiwa
bersujud taubat bersama di baitullah
berjalan di atas jembatan-jembatan tua di belanda
menatap jam lonceng yang besar di inggris
berdiri berlama-lama di jembatan penghubung menara kembar malaysia
berfoto di tonggak-tonggak tuanya athena
membacakan puisi di sisi kiri makam jf sartre atau rosseau di perancis
mengunjungi museum tokapi di turki
aku menulis pula
kita akan tiba di musim bunga sakura di jepang
tiba di timur tengah menikmati musim bunga tulip di sinai

tapi, semua ini terlalu berat diwujudkan
maka aku menurunkan derajat impian itu
dan menuliskannya di bukit kapur negerimu

aku akan
mengajakmu ke sabang menyaksikan kilometer nol indonesia
ke belitung, menyentuh prasasti tulisan tangan andrea hirata
naik lift di monas
menumpang kereta api di tanah jawa
mendayung sampan di laut raja ampat
menikmati metahari terbenam di pantai bira
menyaksikan tarian bambu gila di maluku
menyusuri gua puteri halmahera tengah
menumpang bis malam full AC dari makassar ke manado
menyaksikan prasasti bom bali di bali
mengunjungi kuburan massal sisa tsunami di aceh

menginap di sebuah penginapan sederhana yang ada taman bunga dan selalu luput dari razia pihak kemananan

aku menuliskan itu semua
pada bukit kapur
di malam tanpa cahaya
di sebuah malam yang tanpa kau sadari, aku sedang berada di kotamu
menyelinap, mengendap, sambil menahan napas

tapi, pertanyaannya selalu saja sama tiap kali kau menelponku
kapan kita berangkat?

aku tak pernah bisa menjawab
karena kutahu; seseorang di sampingmu selalu ada menemani kemanapun kau ingin pergi dalam kenyataan.

aku tak bisa berbuat apa-apa untuk semua impian-impian itu
dan itu adalah luka besar dalam kehidupanku


Bulukumba, 12 Oktober 2014

Karya : Andhika Daeng Mammangka



Friday, September 19, 2014

Puisi Setia

Setia

( Ilistrasi )
Dulu ketika aku belum mengenalmu
Aku bermimpi untuk mengenalmu

Setelah aku mengenalmu
Aku bermimpi kau menjadi kekasihku

Setelah kau menjadi kekasihku
Ku bermimpi kau menjadi istriku

Setelah kau menjadi istriku
Ku tak ingin bermimpi apa-apa lagi
Sebab dalam mimpi pun
Ku tak mampu menghianatimu

Islami Center Watampone, 1 Juni 2010

Karya : Imyen Damai




Puisi Istana Sandal Jepit

Istana Sandal Jepit

( Ilustrasi )
Kami di sini bermimpi lesuh dan lemah
Bertemankan semut dan cicak bukan jerapah
Diiringi oleh indahnya suara nyamuk panuan
Dijaga sekompi serangga cacingan

Istana sandal jepit
Di dalamnya ada taman gawat darurat
Penghuninya sekarat
Tapi kami bukan orang keparat

Makanan kami luka memar
Kami minum air mata duka
Bermandikan keringat ketidak cukupan

Istana kami bukan istana sepatu bermerk
Yang selalu disemir uang kebohongan
Lalu dipakai untuk menginjak kutu busuk

Istana kami beda dengan istana anda
Kamu merasa cukup sedang kami cukup merasa
Kami hidup apa adanya dan kau serba ada
Itulah istana kami, tempatnya orang yang tidak berada

Mamoa/Makassar Februari 2012

Karya : Imyen Damai


Puisi Wanitaku

Wanitaku

( Ilustrasi )
Malam ini aku begitu kecewa padamu
Wahai kau wanitaku…
Saat kau menjadikanku layaknya boneka mu
Dimalam minggu kita ini

Kau minta kiri,,,aku kekiri
Kau minta kanan,,,aku kekanan
Kau minta depan,,,aku kedepan
Kau minta kebelakang pun,,,aku juga kebelakang

Wanitaku….
Tahukah kau?
Aku ini kekasihmu bukanlah boneka mainan mu
Bukan pula kacungmu
Ingat ...
Bukankah kau pernah berkata padaku

Aku laki-laki yang nomor satumu
Nomor satu diantara lelaki lain
Dan lelaki yang sampai saat ini masih menyayangimu
Hingga akhir dimana aku tak lagi mengenal cinta

Bulukumba.


Karya : Akmal AM
Sekolah Sastra Bulukumba




Thursday, September 18, 2014

Puisi Daun Kering

Daun Kering

( Ilustrasi )
Lambat, perlahan
Seperti di ayun gelombang
Bertiup membelaimu
Hanya adadesah angin, rintik gerimis
Kerlip bintang dan sekengkungan rembulan yang menemani
Kepak sayap burung camar
Terbang membawa rindu melayang-layang
Setiap denyut nadi beriramakan cinta
Sepi dan sendiri bersama deraian air mata


Desember 2013

Karya : Basmawati Haris
Sekolah Sastra Bulukumba

Tentang Penulis :
Basmawati Haris (Perempuan Tangguh) lahir di desa Barombong 23 Maret 1994. Bapak seorang petani dan ibu seorang ibu rumah tangga.

Sekarang sedang menjalani aktivitas sebagai mahasiswa di kampus STKIP Muhammadiyah, Kabupaten Bulukumba jurusan Pendidikan Bahasa inggris.

Puisi Sekedar Puisi Politik

Sekedar Puisi Politik

( Ilustrasi )
Politik adalah kekuasaan batas waktu
5 tahun menyapa
Masuk bilik suara
Menentukan pilihan
Mencoblos siapa
Presiden,gubernur,anggita dewan,bupati ?
Politik negeri inihanya menyesatkan
Lihatlah kicauan penguasa berdasi
Seperti adegan dalam sinetron
Sang pemimpin menangis di atas podium
Menumpahkan air mata kepalsuan
Tanpa hati tanpa nurani
Politik hanya embangun citra
Asal pintar bicara pintar berkata-kata
Membuat orang terpesona
Namun akhirnya hanya bencana menghadang
Politik negeri ini hanya janji
Ketika kekuasaan di pundak
Realita hilang entah kemana
Punya kuasa lupa segala
Rakyat hanyalah potret penderitaan yang berkepanjangan
Sudahlah
Ini hanya ungkapan emosi
Ini bukan orasi ini hanya puisi politik untuj negeriku

Januari 2014

Karya : Basmawati Haris
Sekolah Sastra Bulukumba


Puisi Senyum Semburat Senja

Senyum Semburat Senja

( Ilustrasi )
Remang senja kian mengusik
Senyum sang mentari perlahan menutup semburat jingga
Ku nikmati senja di gunung cakrawala
Tertoreh warna jingga di pelupuk mata
Dentang waktu mengirim terang ke tepi malam
Di sambut senyum lembayung senja
Di keheningan senja kian temaram
Di pelataran jiwa yang kian gersang
Ku dekap rindu yang kian tertunda
Sebelum pelupuk senja mengatup cakrawala
Ayu terpesona di kerelungan waktu
Senyummu mencoba bersembunyi di balik lembar kehidupan
Ukiran namamu masih terpatri di dalam hati
Raut wajahmu masih terbayang di memori kehidupan
Namun, senja semakin menghitam
Matahari perlahan tenggalam
Langit semakin kelam
Senja menjadi malam
Kau dan aku bungkam


Bulukumba, 23 nopember 2013

Karya : Basmawati Haris
Sekolah Sastra Bulukumba


Puisi Anjing-anjing berdasi

Anjing-anjing Berdasi

Anjing-anjing itu berpenampilan rapi
Berjas merah dan dasi
Duduk di kursi kebesaran
Dengan gelar yang berjejer
Dan pangkat yang menanjak meningkat
Anjing-anjing menggongong
Berdasi pagi-pagi berjalan menebar janji
Anjing-anjing bangsat
Berpendidikan tinggi untuk menipu
Pandai menjilat untuk memperoleh kekuasaan dan kepercayaan
Anjing-anjing itu ganas
Terus menggigit makan dan kenyang
Tak pernah panas
Tak pernah kehujanan di atas roda yang lebih dari dua
Tertawa terbahak-bahak tanpa air mata
Anjing-anjimg berdasi
Ingin ku pampang namamu
Dalam kitab catatan penghuni jahannam


Bulukumba, 21 Nopember 2013 

Karya : Basmawati Haris
Sekolah Sastra Bulukumba


Wednesday, September 17, 2014

Puisi Tembok abadi

Tembok abadi

Diseberang jalan
Dekat sekolah
Nampak wajah merah meronah
Hati berdetak tak karuan
Kini dua jiwa menunggu dipersatukan
Ditemani lembutnya angin malam
Dalam peraduan malam tanpa duanya
Jalan gelap jadi saksi
Pohon-pohon dipinggir jalan mengiyakan
Sebuah buku jadi maharnya
Kau menjelma bagai bidadari
Turun dari surga untukku
Kini jiwa tersiksa
Bila mataku tak memandang matamu
Bertemu dengan dirimu
Hatiku semakin rindu
Dan tak mampu ku sembuyikan lagi
Perasaan ini semakin membara
Hujan kerinduan kepadamu
Menghapus luka yang dalam
Kini hatiku bagai rembulan
Rembulan yang rindu akan datangnya malam
Ku ingin lupakan harapan bersamamu
Namun cinta suci telah terukir
Terukir pilu dalam prasasti jiwaku
Kini dalam lembah kerinduan
Tinggal kulantunkan lagu sendu
Mengenang dirimu
Dirimu yang lelap tertidur
dalam dekapan dinding pembatas
dunia akhirat.

Katangka, 1 september 2013

Karya : Zulqifli Tangallilia
Sekolah Sastra Bulukumba