Monday, January 6, 2014

Seminar Nasional ; Teori Sosial Sastra, 15 Desember 2013, Makassar

Gedung Pascasarjana, UNM
Terdengar ganjjal, itulah yang ada dalam otak saya disaat pertama kali mengikuti Seminar Nasional kali ini, biasanya seminar yang saya ikuti adalah seminar yang bertemakan kesehatan, jadi setiap kata dan kalimat yang diperbincangkan cukup saya mengerti dan pahami karena di ajarkan di bangku kuliah saya.

Seminar Nasional teori sosial sastra yang diadakan di Gedung Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (UNM) di lantai lima, pada 15 Desember tang merupakan rangkaian dari Acara Mengenag 110 meninggalnya Dr Ahyar Anwar yang diadakan oleh Komunitas Rumah Cinta yang bertema “Antara Skandal Realitas dan Relasitas”  karya Dr. Ahyar Anwar ini menghadirkan empat pembicara diantaranya Prof. Aprinus Salam dosen Sekolah Pasca Sarjana, Kepala Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Ery Iswani, Dosen Universitas Negeri Makassar (UNM), Aslan Abidin, dan Irfan Palippui berlangsung dengan lancar,Acara yang dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Drs. H Abdulllah Jabbar, M.Pd yang dihadiri dari berbagai Dosen Pasca Sarjana dan Mahasiswa yang ada di Kota Makassar ini membahas tentang Buku yang ditulis oleh Almarhum Dr. Ahyar Anwar “ Antara Skandal Realitas dan Relasitas “, selain itu juga mengenai permasalahan-permasalahan yang saat ini terjadi di kalangan Mahasiswa di Makassar. Dimana saat ini Mahasiswa cenderung Anarkis dalam setiap menyalurkan aspirasinya di jalan.

Prof. Aprinus  Salam dalam akhir pembahasanya menjelaskan Sosiologi sastra lebih sempit lingkunganya dibandingkan dengan teori sosial sastra, meskipun dalam dalam buku Dr Ahyar Anwar tidak mengungkapkan dengan lebih rinci perbedaan dan kemudian bagaimana hubungan keduanya, pada bagian awal dalam Buku Teori Sosial Sastra yang ditulis Dr Ahyar Anwar “Teori sosial sastra memiliki cakupan historis yang jauh lebih luas dibandingkan dengan teori sosiologi sastra”, Keterangan Dr Ahyar Anwar Ini menurut Prof. Aprinus Salam menjelaskan satu aspek perbedaan dari dua ilmu itu, yang pertama karena bersumber dan berkembang seiring dengan ilmu filsafat maka dapat dipastikan lebih tua secara historis, sementara sosiologi sastra merupakan ilmu yang masih sangat muda. Dan diakhir makalahnya Prof. Aprinus Salam menyarankan kepada murid-murid Dr Ahyar Anwar perlu mengeksplorasi lebih jauh perbedaan tersebut, mencermati dan mendudukkan keduanya dalam posisi yang pas.

Sedangkan Dr Ery Iswari dalam makalahnya Relasitas Komplementer dan resiprokar dalam budaya Makassar : Rerfleksi realitas berbasis Folktale (Cerita Rakyat). Mempresentasikan karya sastra dengan mengambil sunjek pada Laki-laki dan Perempuan dalam budaya Makassar. Dia juga mengutip salah satu penggalan kalimat dalam karya Dr Ahyar Anwar dalam Buku Kisah tak Berwajah (2009) :

"Aku hanya suka dengan kisah-kisah yang kau kirimkan pada angin di setiap malam yang menyusuri pantai, lalu menari di antara ombak,gelombang dan memecah samudera, dan singgah dari  antara pelabuhan demi pelabuhan. Tapi, setiap ombak menulis kisah pada pasir pantai, akan datang ombak lain untuk segera menghapusnya, agar ada kesempatan untuk kisah lain dituliskan”.

Sementara Irfan Palippui, dalam pembahasanya cukup membingunkan bagi saya pribadi, tapi yang berhasil saya tangkap dalam sesih tanyajawab, dimana dari salam satu pertanyaan peserta mengenai fenomena Mahasiswa pada saat ini, dimana aksi anarkis pada saat menyalurkan aspirasinya dijalan cenderung anarkis, Irfan Palippui menganggap bahwa dalam menjalankan aksi menyalurkan aspirasi dijalan  mereka seperti Histeria, mereka menyakiti dirinya sendiri, mengalami keterasingan sementara dalam hidupnya, dan menemukan kenikmatan di dalamnya. Dan diakhir jawabanya dia melemparkan sebuah tanda tanya bagi saya yakni “Skandal akan tetap hidup dan dapat mempengaruhi hidup”. Terakhir Aslan Abidin, saya tidak begitu memperhatikan, karena kebetulan saya keluar ruangan untuk menghisap sebatang rokok.

0 comments:

Post a Comment